Community Relations
Sudah jelas bahwa untuk dapat memulai perasi pertambangan diperlukan banyak izin, mulai dari izin instansi pusat dan daerah (baik dalam bentuk IUP, maupun KP daerah) perusahaan masih memerlukan “izin khusus” berupa “local permitted” dari masyarakat lingkar tambang. Ini merupakan symbol penerimaan masyarakat atas operasional pertambangan di daerahnya. Ini adalah potret itikad baik atas seluruh stakeholder yang merupakan perwujudan win win solutions dan dapat menjadi awal langkah peningkatan kesejahteraan.
Untuk menyinambungkan izin khusus dan operasional perusahaan dalam jangka panjang, maka perlu disusun konsep yang dapat mensinergiskan hubungan perusahaan dengan masyarakat. Community Relations adalah salah stau bentuk implementasinya. Community relations atau CR merupakan sarana untuk melakukan konsultasi dan konsolidasi perusahaan dan masyarakat. CR ini juga merupakan salah satu pengejawantahan Corporate Sosial Responsibility (CSR).
Operasional tambang yang baru akan menimbulkan banyak dampak. Kendala sosial sebagai akibat dari operasional ini seperti banyaknya pekerja dari luar daerah sehingga harus membangun sarana perumahan karyawan, pembangunan sarana kesehatan, perilaku dan budaya pekerja luar daerah yang berbeda dengan budaya local, tingkat kesejahteraan dan gaya hidup yang lebih tinggi dari masyarakat local. Ini adalah beberapa contoh kendala sosial yang dapat menjadi masalah antara perusahaan dengan masyarakat lingkar tambang.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa tambang umumnya beraktivitas di daerah terpencil yang belum memiliki infratsurktur memadai. Dan bersinggungan dengan masyarakat local yang biasanya hidup dengan pendidikan dan tingkat kesejahteraan yang marginal. Oleh karena itu, CR dibangun untuk menjembatani perilaku dan aktivitas masyarakat local dengan operator tambang. CR juga ditujukan untuk menanggulangi dampak negatif dari aktivitas pertambangan.
Masyarakat sekitar tambang, belum sejahtera dengan tingkat pendidikan marginal
Beberapa alasan agar CR selalu dipertahankan dalam aktivitas operasional pertambangan terkait CR antara lain:
• Munculnya kelompok opposite terhadap aktivitas pertambangan baik tingkat local, nasional (Jatam, Walhi) maupun internasional (Oxfam, greenpeace, friend of the earth) yang secara spesifik telah memposisikan diri untuk “berseberangan dengan industry tambang apapun yang terjadi”
• Merubah persepsi public yang masih melihat sisi negatif pertambangan terutama dalam masalah lingkungan dan kinerja social
Kolam tambang akibat penambangan tanpa izin, perusahaan yang tetap harus mereklamasinya
• CR menjadi penting terutama terkait aktivitas pertambangan di daerah terpencil dan belum berkembang secara ekonomis dan tingkat kesejahteraan yang belum memadai
• Mempertahankan local license agar aktivitas pertambangan dapat tetap berjalan, mengingat untuk meraih hal ini sulit, terutama sentimen ketidakpedulian tambang terhadap masyarakat, masalah urbanisasi maupun penggunaan lahan.
Ada beberapa pelajaran dari operator tambang di Indonesia yang terhenti akibat tidak sinergisnya peran CR dalam operasional pertambangan. Hampir seluruh alasan penghentian operasional tambang ini sesungguhnya adalah dampak dari ketidakmampuan mempertahankan local license, meskipun tetap saja dibumbui oleh beberapa alasan teknis dan operasional.
1. PT. Indo Muro Kencana (IMK)
IMK adalah operator tambang di daerah Kalimantan Tengah yang awalnya dimiliki oleh Aurora Gold (AG) kemudian beralih ke Archipelago Resources Proprietary Limited pada Maret 2003. IMK adalah operator tambang yang mengeksploitasi emas dan perak dengan system tambang terbuka. Beroperasi di daerah Murung Raya dengan masyarakat local adalah dari masyarakat Dayak Siang, Murung dan Bakumpai dan juga bersinggungan dengan banyak masyarakat dari penambang kecil (penambang tanpa izin).
Setelah mulai beroperasi pada 1994, ada tekanan dari NGO asing (Oxfam) dan perwakilan masyarakat Dayak untuk menuntut dampak dari hadirnya IMK. Tuntutan ini mencakup pengusiran masyarakat dari ranah adat dan hak ulayat, kerusakan lingkungan, property masyarakat, kasus intimidasi dan lainnya.
Oxfam kemudian melakukan riset di tambang IMK. Ketidaksinkronan perundingan antara IMK dengan masyarakat sekitar ini memicu timbulnya masalah social. Ditambah lagi marak hadir penambang tanpa izin di wilayah Kontrak Karya IMK.
Insiden penembakan dengan penambang tanpa izin pernah terjadi katika IMK memanfaatkan tenaga keamanan (Brimob) dalam menjaga front kerjanya. Ini justru memperparah kondisi sehingga terjadi demonstrasi penolakan aktivitas IMK.
Lebih jauh lagi ini melibatkan pemerintah Australia, Pemerintah Indonesia dan Operator Tambang IMK dalam permasalahan legalitas. Diperkirakan banyak kepentingan termasuk pemerintah Australia dalam permasalahan ini. Setelah melalui perdebatan dan diskusi panjang, IMK tutup pada September 2002.
2. PT Newmont Minahasa Raya
Newmont Minahasa Raya adalah operator tambang di daerah Minahasa Selatan tepatnya di desa Ratatotol. Di sekitar wilayah ini memang dikenal sebagai daerah tambang emas sejak jaman belanda di tahun 1887 oleh Nederland Mynbow Maschapai. Sejak ditinggalkan belanda tahun 1922, masyarakat sekitar mengusahakan secara tradisional di daerah sekitar Lobongan dan sekitarnya.
Dan pada tahun 1988, NMR memulai eksplorasi di daerah seluas 600 Ha. NMR mulai broperasi pada 1996 dengan system tambang terbuka dan metode heap leach. Banyak kontroversi yang berlangsung selama aktivitas NMR, mulai dari penolakan masyarakat setempat dan LSM asing hingga kontroversi pencemaran merkuri dan arsen di teluk Buyat.
Perairan Teluk Buyat
Isu pencemaran Arsen dan merkuri ini terkait dengan pembuangan tailing bawah laut (sub marine tailing placement) oleh NMR. NMR melakukan pengolahan emas dengan sianidasi dan heap leach lalu diikuti detoksifikasi dan tailing ditempatkan di palung laut di telyk Buyat. Beberapa lembaga internasional (Japan Institute of Minamata Desease, CSIRO dari Australia, Polri, Univeritas Indonesia, Universitas Sam Ratulangi dan beberapa lembaga lainnya) berpartisipasi untuk memberika judgment akademik dan saintik tentang tercemar atau tidaknya teluk Buyat.
Selama perkembangan kasus ini, NMR menutup operasional perusahaan pada 2004 karena habisnya cadangan yang ekonomis. Dan saat ini memasuki masa penutupan tambang (mine closure).
Dapat ditelisik lebih jauh bahwa sesungguhnya akar dari permasalahan ini adalah penerimaan masyarakat setempat dan keikutsertaan mereka dalam operasional perusahaan. Namun banyak kemasan yang ‘membungkus’ permasalah ini dan dibumbui dengan hadirnya banyak stakeholder lain yang turut mendampingi masyarakat.
Desa Buyat Tahun 2004