Monday, September 24, 2007

MEROSOTNYA KONDISI LINGKUNGAN


Lingkungan sesungguhnya adalah tempat hidup dimana manusia, benda hidup dan tak hidup lainnya berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sesungguhnya fungsi dan peranan lingkungan yang utama adalah se¬bagai sumber bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau untuk Iangsung dikonsumsi, sebagai asimilator yaitu sebagai pengolah limbah secara alami, dan sebagai sumber kesenangan (amenity).

Dengan berkembangnya waktu dan semakin meningkatnya usaha peningkatkan kesejahteraan manusia, ternyata fungsi dan peranan lingkungan telah menurun dari waktu ke waktu; artinya jumlah bahan mentah yang dapat disediakan lingkungan alami telah semakin ber¬kurang dan menjadi langka, kemampuan alam untuk mengolah limbah juga semakin berkurang karena terlalu banyaknya limbah yang harus ditam¬pung melebihi daya tampung lingkungan, dan kemampuan alam menyedia¬kan kesenangan dan kegembiraan langsung juga semakin berkurang ka¬rena banyak sumberdaya alam dan lingkungan yang telah diubah fung¬sinya atau karena meningkatnya pencemaran.

Sesungguhnya Manusia adalah tergolong mahluk “homo economicus” dalam artian manusia selalu berusaha mengedepankan prinsip ekonomi dalam mencapai tujuannya. Prinsip ini pula yang melatarbelakangi timbulnya perlombaan antara “kebutuhan dengan keinginan” dan prinsip ini memicu timbulnya “scarcity” sehingga terjadi kompetisi yang oleh Darwin dikenal sebagai “survival of the fittest” (meskipun sesungguhnya tidak benar demikian).

Sebab-Sebab Merosotnya Fungsi Lingkungan
Mengapa fungsi atau peranan lingkungan menjadi merosot? Sebab utamanya adalah karena sifat atau ciri yang melekat pada lingkungan alami itu sendiri telah menyebabkan manusia untuk mengeksploitasinya secara berlebihan sehingga menurunkan fungsi lingkungan tersebut.
a. Barang Publik
Sifat sebagai barang publik mem¬bawa konsekuensi terbengkelainya sumberdaya lingkung¬an, karena tidak akan ada atau sangat langka pihak swasta atau in¬dividu yang mau memelihara atau mengusahakan kelestariannya. Barang publik mempunyai ciri utama sebagai berikut: 1) a) tidak akan ada penolakan (exclusion) terhadap pihak atau orang yang tidak bersedia membayar dalam pengkonsumsian sumberdaya lingkungan tersebut. Semua orang tidak peduli bersedia membayar atau tidak tetap diperbolehkan mengkonsumsi barang tersebut. Jadi dalam hal ini berlaku "nonexclusion principle". Di samping itu ada ciri b) "non¬rivalry in consumption" bagi sumberdaya lingkungan; artinya wa¬laupun lingkungan itu telah dikonsumsi oleh seseorang atau seke¬lompok orang, volume atau jumlah yang tersedia bagi orang lain tidak akan berkurang. Contohnya sinar matahari walaupun telah dikonsumsi oleh seseorang, jumlah yang tersedia bagi orang lain tidak akan berkurang. Karena dua ciri tersebut menyebabkan orang sebagai individir tidak akan bersedia mengusahakan pemeliharaan¬nya karena tidak mungkin menarik bayaran untuk mendapatkan laba usaha. Karena pihak swasta tidak mau mengusaha¬kan, sedang lingkungan sangat penting bagi masyarakat banyak, maka pemerintah mau tidak mau harus mengambil bagian untuk memelihara lingkungan hidup dengan sebaik mungkin.

b. Pemilikan Bersama atau Milik Umum (Common Property)
Pemilikan bersama dapat diartikan sebagai bukan milik se¬orang pun atau juga milik setiap orang (common property is no one property and is every one property). Karena sistem pemilik¬an seperti itu akan membuat kecenderungan untuk timbulnya eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan secara berlebihan. Setiap orang akan merasa harus mengambil atau mengusahakan terlebih dahulu sebelum orang lain mengusahakannya; sehingga sebagai akibatnya akan ada eksploitasi besar-besaran dan berakibat pada punahnya sumberdaya alam dan lingkungan yang ada. Inilah yang disebut sebagai "law of the common".

c. Eksternalitas
Ciri yang lain dari lingkungan adalah adanya eksternalitas. Ekstemalitas muncul apabila seseorang melakukan suatu kegiatan dan menimbulkan dampak pada orang lain dapat dalam bentuk manfaat eksternal atau biaya eksternal yang semuanya tidak memerlukan kewajiban untuk menerima atau melakukan pembayar¬an. Dengan adanya manfaat eksternal yang seringkali tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan oleh seorang manajer ter¬tentu, telah menyebabkan barang atau jasa yang dihasilkan menjadi terlalu sedikit; atau bila terjadi biaya eksternal yang tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan seorang manajer menye¬babkan barang atau jasa yang dihasilkannya menjadi terlalu besar. Hal ini menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak efisien; lebih-lebih bila ekstemalitas dalam wujud biaya eksternal yang harus ditanggung oleh masyarakat. Agar terjadi efisiensi yang sebenarnya, maka biaya eksternal itu harus diinternalkan dalam biaya setiap perusahaan yang melakukan kegiatan yang menimbulkan dampak tersebut.

Dengan melihat pada berbagai ciri atau sifat lingkungan hidup dan konsekuensinya, maka agar supaya fungsi lingkungan dapat dipertahankan atau ditingkatkan, berbagai kebijakan harus diambil oleh pemerintah. Mengapa pemerintah? karena pihak swasta atau individu tidak mungkin mau mengusahakannya, sebab usaha ini tidak menimbulkan keuntungan baginya atau bagi mereka.

Kebijakan Pemerintah
Kebijakan yang perlu diambil dan sudah dilaksanakan oleh Peme¬rintah Indonesia dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam dan Iingkungan agar fungsi lingkungan dapat tetap lestari adalah:
  • Memperbaiki hak penguasaan atas sumberdaya alam dan Iingkungan (property right) dari "common property" menjadi "private property". Dengan adanya private property, barang publik dapat diubah sifatnya menjadi barang privat, sehingga cen¬derung dipelihara dengan lebih baik.
  • Memperbaiki manajemen sumberdaya alam dan lingkungan, sehing¬ga biaya ekstexnal dapat diinternalkan dengan cara mene¬rapkan "command and control system"; dan/atau dengan "economic incentive system" termasuk "polluter pays principle". Untuk itu perlu disiapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Ling¬kungan (RPL) untuk setiap proyek atau kegiatan yang berpotensi menurunkan fungsi lingkungan.
  • Menggunakan tekanan sosial untuk mengurangi pencemaran seperti dengan sistem "ecolabelling". Dalam hal ini pemerintah menggunakan kekuatan para konsumen untuk menekan produsen agar mau berproduksi dan bersahabat dengan lingkungan sejak dari awal pengambilan masukan (input) untuk produksi sampai konsumsi akhir (from gravel to grave).
  • Semua perusahaan atau industri dihimbau untuk melaksanakan audit Iingkungan. Untuk dapat mengindentifikasi resiko lingkungan sekaligus sebagai dasar pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan.