Friday, June 1, 2012

Kestabilan Lereng Penambangan ( I )

PENDAHULUAN
Aktivitas pertambangan khususnya tambang terbuka (open pit) hampir selalu mengakibatkan perubahan morfologi permukaan mengingat penggalian menjadi aktivitas utamanya. Pengusahaan pertambangan seperti ini memerlukan capital yang besar, teknologi tinggi dan skill khusus. Selain itu faktor keselamatan tentunya menjadi salah satu pertimbangan utama dalam rangkaian aktivitas penambangan. Oleh karena itulah sudah jelas dibutuhkan teknologi atau perencanaan yang baik agar pelaksanaan kegiatan penambangan bisa berjalan dengan aman, terjadi efisiensi biaya, efektif dan produktivitas dari pekerja tinggi serta lancar tanpa terjadi atau seminimal mungkin kecelakaan kerja. 
Kestabilan lereng menjadi perhatian khusus dalam merencanakan aktivitas penambangan di tambang terbuka. Perhitungan dan pemantauan secara tepat harus dilakukan untuk menghilangkan resiko longsoran. Resiko ini amat besar dampaknya terhadap perusahaan seperti kerusakan peralatan, waktu, biaya dan korban manusia. Kebijakan pemerintah tentang kestabilan lereng tersebut diatur dalam Kepmen Pertambangan dan Energi No. 555. K/26/M.PE/1995 tanggal 12 Mei 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum.
kestabilan lereng menentukan keamanan hingga keekonomian aktivitas tambang

Kestabilan lereng ini tergantung dari rasio stripping atau nisbah pengupasan yang membandingkan unit batuan pengotor (waste/lapisan tanah penutup) dengan minera berharga yang akan diambil. Faktor lain yang berpengaruh sperti kondisi air tanah, kekeasan batuan. Detail faktor-faktor yang mempengaruhi kestabian lereng ini yaitu:
a.      Penyebaran Batuan
Penyebaran jenis tanah atau batuan yang terdapat di lokasi penelitian harus diketahui dengan benar karena masing–masing jenis tanah atau batuan mempunyai sifat fisik dan mekanik yang berbeda pada suatu keadaan tertentu serta mempunyai sifat yang berbeda pula apabila suatu beban atau tegangan dikenakan kepadanya.

b.      Morfologi Daerah
Morfologi suatu daerah adalah keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan dari bumi, Morfologi ini sangat menentukan laju erosi yang akan berpengaruh pada cepat atau lambatnya proses dan pengendapan yang terjadi, dan mentukan arah aliran tanah maupun air permukaan.

c.              Struktur Geologi
Struktur geologi yang harus diketahui meliputi struktur regional maupun lokal, struktur mayor maupun minor. Struktur geologi ini mencakup pencatatan adanya kekar, sesar, bidang perlapisan, siklin dan antiklin, ketidak selaran, dll. Struktur Geologi ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan atau tanah atau paling tidak merupakan tempat-tempat rembesan air sehingga akan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses pelapukan. Penentuan arah jurus dan kemiringan bidang-bidang tersebut merupakan bagian yang sangat penting dalam melengkapi data analisa.

d.             Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang penting dalam analisa kestabilan lereng, karena mempengaruhi perubahan temperatur dan curah hujan. Hal ini berhubungan dengan tingkat pelapukan yang terjadi pada satu daerah. Pada daerah tropis proses pelapukan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin.
     Pelapukan mempengaruhi sifat-sifat fisik dan mekanik dari batuan dan tanah, yaitu:
-         c (Kohesi)
-          f ( Sudut geser dalam)
-          g (Bobot isi batuan atau tanah)

e.             Aktivitas Manusia
 Selain akibat alamiah, hasil kerja manusia juga dapat mempengaruhi kestabilan lereng diantaranya kegiatan penggalian, pembuatan jalan tambang, bendungan. Akibat kegiatan tersebut akan menyebabkan perubahan keseimbangan dari gaya-gaya dalam sehingga akan menyebabkan bertambahnya gaya geser.

f.               Geometri Lereng
Geometri lereng harus diperhatikan adalah tinggi (H) dan sudut kemiringan lereng (a), apabila suatu lereng baik lereng tunggal maupun lereng total mempunyai kemiringan yang tetap, maka perubahan ketinggian akan mengakibatkan perubahan kestabilan dari lereng yang bersangkutan karena berat material lereng yang harus ditahan oleh kekuatan geser tanah/batuan semakin besar. Dengan demikian sehubungan dengan hal tersebutmaka unutuk menjaga daripada lereng, maka semakin tinggi lereng maka sudut kemiringan lereng yang diperlukan makin kecil.

Pola longsoran pada lereng

g.             Pengaruh Air Tanah
Pengaruh ketinggian air tanah di dalam massa tanah atau batuan pada lereng dapat berfungsi sebagai pelarut dan sebagai media tranportasi material pengisi celah rekahan dimana akibat dengan adanya kehadiran air tersebut dapat menimbulkan tegangan air pori yang akan mengurangi tegangan normal, sehingga akan memperkecil kekuatan geser. Pada gambar 5 dijelaskan pengaruh kehadiran air tanah pada kestabilan lereng.

Pengaruh Tekanan Air Yang Pada Block

Adapun persamaan tegangan normal yang diakibatkan oleh adanya air adalah sebagai berikut :
sn  = ( W cos a - U ) / A 
sehingga persamaan nilai fator keamanan dengan pengaruh tegangan air pori adalah sebagai berikut :
   
Dimana :
s                   = Tegangan normal
U          = Gaya angkat air
A          = Area pada dasar blok
a          = Sudut kemiringan bidang luncur
W         = Berat blok yang meluncur

h.                  Sifat Fisik dan Sifat Mekanika Material
Sifat fisik dan sifat mekanika tanah atau batuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan dari lereng karena berhubungan dengan besar kecilnya nilai kekuatan geser dimana kelongsoran yang tejadi pada lereng merupakan peristiwa keruntuhan geser, dengan demikian di dalam melakukan analisa kestabilan dari lereng tanah atau batuan perlu diketahui sifat fisisk dan mekanik tanah atau batuan yang mempengaruhi kuat geser.
Adapun sifat fisik dan mekanik tanah dan batuan yang diperlukan dalam melakukan analisa kestabilan lereng adalah sebagai berikut :
v  Sudut geser dalam
v  Kohesi
v  Bobot isi

Kestabilan lereng mutlak menjadi pertimbangan husus dalam operasional tambang terbuka. Dalam praktir pertambangan, jika nilai faktor keselamatan telah memenhi kritaria, maka lereng tersebut dikategorikan aman dari longsoran.
Namun apabila berbicara dri sudut pandang lainya khususnya kehutanan, akan terbentur dengan regulasi kehutanan dimana menyebutkan tanah yang peka erosi dengan kemiringan lereng lebih dari 15% dikategorikan hutan lindung. Oleh karena itu, praktik penambangan yang baik dan benar (good minig practice) harus lebih diupayakan lagi. 

Peraturan KESTABILAN LERENG PENAMBANGAN DI INDONESIA
Kestabilan lereng merupakan salah satu pertimbangan teknis yang perlu diperhitungkan di dalam perencanaan tambang. Regulasi yang menjadi rujukan utama adalah Kepmen Pertambangan Dan Energi No. 555. K/26/M.PE/1995 tanggal 22 Mei 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum yang merupakan penyempurnaan atau pengganti MPR No. 341 tahun 1930.
Tujuan dikeluarkannya Kepmen tersebut adalah untuk melindungi tenaga kerja, peralatan, pelaksanaan kegiatan penambangan bisa berjalan dengan aman, terjadi efisiensi biaya, efektif dan produktivitas dari pekerja tinggi serta lancar tanpa terjadi atau seminimal mungkin kecelakaan kerja. 
Menyangkut kestabilan lereng seperti yang di atur di dalam Kepmen Pertambangan Dan Energi No. 555. K/26/M.PE/1995 Bab VI pasal 240 sampai dengan pasal 242 berisi tentang peraturan mengenai tinggi jenjang, lebar jenjang, dan sudut lereng yang sangat tergantung pada ukuran peralatan, jenis batuan, sistem penambangan yang dipakai serta kondisi dari keadaan geologi tempat bekerja seperti rekahan, patahan, atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.
Berikut ini adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan kestabilan lereng.

Pasal 240        Cara Kerja


a)      Kepala Teknik Tambang harus menjamin bahwa kestabilan lereng penambangan, penimbunan dan material lainnya telah diperhitungkan dalam perencanaan tambang
b)      Penimbunan tanah penutup hanya dapat dilakukan pada jarak sekurang  kurangnya 7,5 meter dari ujung teras penambangan
c)      Dilarang melakukan penggalian potong bawah (under cutting) pada permuka kerja, teras atau galeri, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
d)      Permuka kerja harus aman dari batuan menggantung dan pada waktu pengguguran batuan, para pekerja pada tempat tersebut harus menyingkir
e)      Permuka kerja tambang permukaan pada bagian atas daerah kegiatan tambang bawah tanah hanya dapat dibuat setelah mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
f)       Dilarang bekerja atau berada di atas timbunan aktif batu pecah, kecuali:
o  berdasarkan perintah seorang pengawas tambang
o  curahan batu ke dan dari timbunan telah dihentikan
o  telah diperoleh kepastian bahwa corongan di bawah timbunan telah ditutup
o  pekerja menggunakan sabuk pengaman yang dihubungkan dengan tali yang sesuai dengan panjangnya, diikatkan secara kuat dan aman pada titik tetap diatasnya.

 

Pasal 241        Tinggi Permuka Kerja dan Lebar Teras Kerja


(1)         Kemiringan, tinggi, dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh
(2)         Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a.      tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual
b.      tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanis
c.       tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan clamsheel, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
(3)         Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara manual
(4)         Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum untuk jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
(5)         Studi kestabilan lereng harus dibuat apabila:
a.      tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih dari 15 meter
b.      tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
(6)         Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerjadari kemungkinan adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.

 

Pasal 242


(1)         Pada waktu membuat sumuran, parit, atau pekerjaan sejenis yang dinding bukaannya mencapai tinggi lebih dari 1,2 meter, harus diberi penyangga atau dibuat miring dengan sudut yang aman
(2)     Pembuatan tanggul atau bendungan air yang bersifat sementara atau tetap harus cukup kuat dan memenuhi persyaratan yang berlaku.

2.2.            Petunjuk Perencanaan dan Penanggulangan Longsoran, Departemen Pekerjaan Umum.

Penanggulangan longsoran bisa bersifat preventif maupun tindakan pascapreventif/koreksi. Preventif dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsoran dan mencegah kerusakan yang lebih berat. Sedangkan tindakan koreksi berupa penanggulangan darurat yang sementara dan sederhana maupun permanen. 
Tindakan Pencegahan
-          Menghindari timbunan di bagian atas lereng maupun pengambilan pada dan kaki lereng (toe).
-          Reklamasi pada lahan lereng
-          Melakukan pengawaairan genangan air (kolam, kubangan dan sebagainya) pada bagian atas lereng.
-          Meratakan lekukan-lekukan yang memungkinkan timbulnya genangan.
-          Penggunaan material penahan (tiang, tembok, wire mesh dan sebagainya).
-          Mencegah terjadinya penggerusan sungai yang dapat mengganggu kestabilan lereng.
-          Mengendalikan air permukaan sehingga tidak terjadi erosi.
-          Pengaturan ruang dan tata guna tanah.

Koreksi
-          Mencegah masuknya air permukaan ke dalam daerah longsoran dengan membuat saluran terbuka.
-          Mengeringkan kolam-kolam yang ada di bagian atas derah longsoran.
-          Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang terbuka.
-          Membuat pasangan bronjong pada kaki longsoran.
-          Penimbunan kembali bagian yang rusak akibat longsoran.
-          Pelebaran ke arah tebing.
-          Membuang runtuhan dari tebing ke bagian kaki lereng.
-          Pemotongan crown/head longsoran.

Beberapa  tipe penanggulangan teknis dapat dilakukan untuk memperbaiki geometri lereng agar lebih aman seperti:
Mengubah Geometri Lereng
Mengendalikan air bawah tanah
Melakukan perkuatan
Mengendalikan air limpasan dan permukaan dan berbagai tindakan lain.


Pembuatan yang terencana dan tereklamasi akan menstabilkan lereng