Wednesday, September 14, 2011

Good Mining Practice II (Nilai Tambah)

Ada yang menarik saat berbicara mengenai transformasi manfaat dari barang tambang yang telah digali. Transformasi manfaat dijelaskan sebagai aktivitas perubahan kegunaan barang tambang dari proses penggalian hingga menjadi barang round selanjutnya. Transformasi manfaat akan sangat berarti jika di dalamnya terjadi peningkatan nilai tambah artinya jika mineral yang belum diambil (dormant) hanya memiliki nilai manfaat sebesar 1 rupiah, maka setelah diambil harus terjadi peningkatan nilai setinggi mungkin.

Nilai dari transformasi manfaat akan semakin meningkat seiring dengan makin banyaknya proses ekonomi hingga menjadi produk akhir. Untuk produk tambang misalnya, mineral akan menjadi bernilai jika setelah diambil berlanjut ke proses pengolahan sehingga menghasilkan barang jadi atau setengah jadi. Proses pengolahan ini yang akan memberikan nilai tambah dan manfaat ekonomi lanjutan karena akan dibutuhkan suatu pabrik pengolahan atau smelter dan tentunya aktivitas ini akan menyerap tenaga kerja dan menimbulkan perputaran ekonomi baru. Output produk juga akan bernilai jauh lebih tinggi dari sebelumnya. 





Transformasi mineral menjadi emas akan meningkatkan nilai ekonomi 





Ore nickel berkadar 1,8% misalnya, jika dijual dalam bentuk bahan mentah (ore) maka harga jualnya di pasaran hanya mencapai US$ 32/ton. Tentunya nilai ini sangat murah, hanya sedikit pemasukan yang diterima oleh negara. Tetapi bila melalui proses transformasi atau peleburan menjadi nickelmatte atau ferronickel maka harga jualnya akan menjadi US$ 9,48/pon. Jauh lebih tinggi daripada harga jual sebelumnya, ditambah lagi dengan manfaat ekonomi dari dibangunya smelter.

Yang terjadi saat ini, sebagian produksi mineral indonesia masih dijual atau diekspor dalam bentuk bahan mentah. Secara struktur, volume penjualan memang besar tetapi nilai manfaatnya yang masih kurang.

Selain itu, Indonesia justru mengimpor kembali mineral tadi dalam bentuk barang setengah jadi dengan harga lebih mahal. Meskipun semestinya barang konsumsi tersebut dapat diproduksi di dalam negeri. Indonesia menjual bijih bauksit yang selanjutnya diolah menjadi alumina di negara alain, lalu kembali mengimpornya dalam bentuk alumunium degan harga jauh lebih mahal. Tentunya akan jauh lebih baik jika kita tidak terlalu membanggakan volume ekspor mineral tetapi tidak mempertimbangkan peningkatan nilai tambahnya.

Produk Mentah Mineral Indonesia

Sudah mahfum di Indonesia bahwa beberapa jenis mineral diproduksi dan diekspor dalam bentuk bahan mentah sedari dulu. Pemeo yang mengatakan bahwa “jual mentah saja kita sudah untung, buat apa diolah..??” berkembang dari dulu hingga kini, ditambah dengan sistem perundangan primordial yang kurang memberikan ruang bagi industri pengolahan untuk berdiri di Indonesia. Jadi tak mengherankan jika bijih nickel di sekitaran Sorong, Papua Barat hanya diekspor oleh perusahaan tambang disana atau bauksit juga yang seperti ini, hanya di daerah lain. Akibatnya, industri pertambangan Indonesia hanya bergerak di sektor hilir.


 Tambang nikel di kawasan Papua Barat yang menjual mineral dalam bentuk ore



Bagi sebagian orang yang peduli, keadaan ini layak disebut sebagai “menjual tanah air”. Bagaimana tidak, menjual mineral dalam bentuk bahan mentah artinya tentu saja menghilangkan kesempatan untuk terbentuknya manfaat ekonomi dan sosial tambahan dari tansformasi mineral ke produk jadi. Selain itu juga melenyapkan penerimaan negara dari pajak dan royalti produk jadinya dan pasti semakin mejauhkan prinsip pemanfaatan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ada persepsi lain yang muncul di permukaan internasional sejak tahun 80-an yang menganggap industri konversi mineral adalah industri ekstraktif yang merusak lingkungan dan tidak berkontribusi terhadap masyarakat banyak. Persepi ini diwakili oleh pandangan Davis dan John Tilton. Tak pelak, persepsi ini juga muncul di Indonesia. Dan untuk meredusi persepsi ini diperlukan effort keras dan penyebaran informasi tentang nilal tambah dari hadirnya industri pemnfaatan mineral. 



 Kerusakan lingkungan akibat penambangan yang tidak mematuhi kaidah pertambangan yang baik dan benar



Pandangan diatas tak sepenuhnya keliru, karena era itu memang pernah dijalani oleh torehan industri tambang indonesia, namun itu telah bergeser. Paradigma industri tambang sekarang sudah menuju arah yang lebih baik dengan prinsip environtmenal awareness, peleburan nilai nilai Corporate Social Responsibility, pelaksanaan Good Mining Practice dan lainnya.
Salah satu pergeseran paradigma tersebut adalah di Nilai Tambah. Mineral tidak lagi dianggap sekedar produk, melainkan suatu “aset”. Aset bermakna memberikan nilai guna lebih dalam pemanfaatannya. Jadi dalam proses transformasi mineral, harus ada manfaat ganda atas hasil eksploitasi mineral yang mutlak diupayakan terutama bagi masyarakat lingkar tambang.

Harus ada pengembangan teknologi dan inovasi dalam proses ekploitasi dan pengolahan sumber daya mineral untuk meningkatkan nilai tambahnya. Mineral tidak lagi dijual dalam bentuk bahan mentah ataupun bijih melainan lebih dari itu harus dalam bentuk olahan dan produk jadi. Jangan ada lai ekspor bijih nikel, bijih auksit, konentrat timah dan tembaga, karena semuanya hanya memberi sedikit manfaat.

Dukungan dari pemerintah sebagai regulator tentunya sangat diperlukan untuk mengkokohkan tujuan ini. Dalam Undang-undang Minerba No. 4 tahun 2009 dijelaskan bahwa pelaku usaha (Pemegang Izin Usaha Pertambangan) operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri (pasal 103-104). Ekspor minerla Indonesia tidak lagi dalam bentuk baha mentah. Tahun 2014 ekspor bahan mentah akan dilarang. 



Pembangunan smelter, untuk menigkatkan nilai tambah produk pertambangan 



Tentunya ini akan memberikan konsekuensi Indonesia harus membangun banyak industri pengolahan mineral (smelter) dalam negeri. Dan ini adalah tantangan bersama para banyak pihak, pemerintah, pihak swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mendorong peningkatan nilai tambah tersebut. Nilai tambah dimulai dari pengolahan dan pemurnian, peningkatan tenaga kerja, mendorong peran barang dan jasa lokal, sampai dengan upaya pengembangan masyarakat.

Saat ini sudah menjelang tahun 2012 artinya tinggal tersisa 2 tahun lebih untuk dapat merealisasikan hal ini. Lalu bagaimana dengan perusahaan tambang yang telah melakukan kontrak penjualan jangka panjang dengan buyers untuk produk mineral setengah jadi atau masih mentah? Pastinya perusahaan tersebut harus tetap comply dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tentunya dengan pertimbangan adanya keringanan khusus sampai selesainya masa kontrak jangka panjang tersebut.

Selain nilai tambah dari konversi manfaat sumber daya mineral tersebut, masih ada pula nilai tambah samping dari aktivitas pertambangan yang lebih mengarah ke soft science seperti:
a.       Pengembangan inovasi dan pengembangan (baca transfer teknologi). Tambang identik dengan teknologi modern dan saintik, yang kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan ini, awalnya mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri. Dengan bergulirnya waktu, harus terjadi konversi ilmu dan transfer teknologi antara tenaga ahli asing kepada tenaga ahli Indonesia. Telah banyak transfer teknologi yang berhasil dilakukan di Indonesia, sehinga jumlah tenaga ahli asing dapat dikurangi. Perencanaan tambang bawah tanah, perencanaan open pit, penggunaan alat berat non konvensional atau bahkan konsultan tambang. Bahkan secara ekstrem, apabila tidak terjadi transfer teknologi di suau perusahaan, maka kita mampu untuk “mencuri” dan “mengadopsi” teknologi tersebut.




Masyarakat lokal mendapatkan ilmu hasil dari kerjasama dan coaching ilmu dari tenaga asing
b.  Peningkatan penggunaan produk domestic. Dapat betapa besarnya pengeluaran tambang untuk menggunakan produk luar negeri. Untuk produk yang dapat dibuat dan disupply domestic, maka saat ini pemerintah telah menyusun kebijakan penggunaan produk domestic (local content) dalam indsutri tambang. Kebijakan ini juga untuk mensinkronisasikan arah industry hilir dengan industry hulu untuk peningkatan local content dan nilai tambah.
c.   Pengembangan pertumbuhan ekonomi, khususnya ekonomi local. Hadirnya perusahaan tambang yang bersinggungan dengan masyarakat local tentunya akan memanfaatkan tenaga local, artinya perusahaan telah membangun system kerjasama untuk mengoptimalkan peran putra daerah. Selain itu, banyak aktivitas ekonomi local yang bsia dibangkitkan, misalnya supply makanan dan penyewaan akomodasi untuk tenaga kerjanya. Penyediaan sarana transportasi penunjang dan tvale agent. Supply daging dari peternak local maupun buah-buahan.



Friday, August 12, 2011

Good Mining Practice (Bagian I)

Peradaban manusia sekarang ini tak lepas dari peran input hasil sumber daya alam terutama pertambangan, dan pertambangan erat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Tambang dan sumberdaya mineral tidak dapat dilepaskan dari lingkungan pembentukannya di bumi. Daerah dengan tatanan geologis tertentu akan menghasilkan cadangan mineral yang ekonomis. Dan bagi daerah yang kaya, kehadiran cadangan ini dapat menjadi tulang punggung pendapatan asli daerah.

Pertambangan memang berpotensi menjadi agen perubahan (development agent) karena umumnya tambang berlokasi di daerah remote yang akhirnya dapat membuka akses dan meningkatkan infrastruktur. Lebih jauh pertambangan haruslah dijalankan secara berkelanjutan karena sifatnya yang temporary dan mengambil sumber daya yang tak pulih (un renewable resources). Oleh karenanya pemulihan lahan yang terganggu harus dioptimalkan sehingga menjadi lahan yang produktif. Selain itu, manfaat dari aktivitas pertambangan perlu di konversi ke dalam bentuk lain (transformasi manfaat) agar pembangunan tetap dapat berlanjut dan tetap memberikan kesejahteraan di daerah sekitarnya.



PT. Freeport Indonesia, salah satu tambang di daerah remote

Lantas apa maksud dari keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan? Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya mineral melalui peningkatan dan konversi nilal tambah dengan mengedepankan nilai lingkungan dan keadilan sosial dan tetap memberikan kesempatan pada generasi mendatang untuk menikmati sumber daya mineral tersebut.

Kemudian konsep pemanfaatan mineral berkelanjutan ini akan berlandaskan pada isu demokrasi, keadilan dan pemerataan yang sifatnya lintas generasi. Suatu konsep yang melibatkan seluruh stake holders. Ini juga konsep yang menekankan pentingnya pengelolaan keteknikan, sosial kemasyarakatan, pendekatan lingkungan yang terpadu dan kesemua hal ini dapat dilebur untuk diterapkan dalam praktek pengelolaan tambang yang benar (Good Mining Practice).

 
Pembuatan jenjang dan reklamasi lahan eks tambang, implementasi good mining practice

Good Mining Practice dapat dijelaskan secara gamblang sebagai aktivitas pertambangan yang memenuhi kriteria, kaidah maupun norma-norma menambang yang tepat sehingga pemanfaatan mineral memberikan hasil optimal dan mengurangi dampak negatif yang terjadi. Beberapa ciri Good Mining Practice antara lain:

1. Penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung lingkungan

2. Kepedulian terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) terutama bagi pekerjanya

3. Meciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar

4. Kepatuhan terhadap hukum dan perundangan yang berlaku

5. Menggunakan standarisasi keteknikan dan teknologi pertambangan yang tepat dalam aktivitasnya

6. Pengembangan potensi dan kesejahteraan masyarakat setempat terutama dari optimalisasn dan konversi pemanfaatan mineral

7. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang (mine closure)

8. Memberikan benefit yang memadai bagi investor

 
 
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, menjadi penting dalam aktivitas tambang

Kemudian siapa yang harus melaksanakan Good Mining Practice ini..? Seharusnya seluruh perusahaan tambang wajib melakukan Good Mining Practice sebagai inisiatif global. Karena ini akan menjadi parameter kepatuhan  dan integritas perusahaan sebagai operator pertambangan. Implementasi Good Mining Practice ini juga merupakan repectivitas tehadap lingkungan, masyarakat serta Negara.

Penghargaan Lingkungan dan Pasca Tambang

Tak ada yang menolak anggapan bahwa aktivitas dasar pertambangan itu sifatnya destruktif, merubah lanskap lahan, memotong vegetasi di permukaan, pembuangan tailing, melakukan countouring hingga penggalian jenjang. Tekanan aktivitas pertambangan yang begitu besar terhadap lingkungan untuk beberapa hal dan kondisi memang patut dikoreksi terlebih mengingat masih adanya persepsi kuno tentang tambang terkait dengan sifat eksploitatifnya (baca kolonialisme) yang diturunkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat juga awam terhadap aktivitas pertambangan secara keseluruhan.

 
Penambangan timah zaman Belanda

Persepsi yang keliru inilah yang menimbulkan penolakan atau ketidaksukaan publik. Diakui atau tidak, kesalahanpersepsian ini turut mempengaruhi kebijakan di sektor lain. Padahal sebagai aktivitas utama manusia, pertambangan justru mampu menjadi pengerak ekonomi masyarakat di daerah terpencil mengingat karakteristik usaha pertambangan yang memang berada di lokasi remote dan sifatnya membuka akses infrastruktur. Pertambangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berperan sebagai agen penggerak utama (prime mover) pembangunan local.

Terkait dengan hal ini, segala aktivitas pertambangan yang dapat menyebabkan keresahan, termasuk kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi bahkan potensi masyarakat tergantung pada aktivitas tambang setelah tambang berakhir harus dicegahdan ditanggulangi. Penghargaan terhadap lingkungan dan masyarakat atas aktivitas tambang sudah bergulir dan harus menjadi trend terbaru dalam mewujudkan sustainable development.

Permasalahan lingkungan di pertambangan sebenarnya sdah diantisipasi dengan sangat baik melalui kewajiban perusahaan untuk melakukan AMDAL sebelum aktivitas eksploitasi berjalan. AMDAL adalah dokumen perencanaan lingkungan yang terdiri dari dokumen Studi Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), Dokumen ANDAL yang kesemuanya itu harus mendapat legitimasi dari pemerintah pusat, daerah, perusahaan dan instansi terkait langsung. Sebenarnya tujuan utama dari penyusunan dokumen AMDAL ini adalah untuk membuat keputusan operasional bagaimana aktivitas tambang saat disusun, saat beroperasi dan saat pasca tambangnya. Dan AMDAL bukanlah kitab suci yang sacral dan tak dapat diubah. AMDAL seharusnya bersifat open source sehingga publik berhak tahu bagaimana dan apa yang akan terjadi di aktivitas tambangnya.

Selain itu, perusahaan diwajibkan membuat Rencana Tahunan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RTPKL) yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dan terkait dengan reklamasi, perusahan menyerahkan dana jaminan reklamasi sebagai kepastian akan perbaikan atas perubahan lanskap yang terjadi sehingga dampak negatif dapat dieliminasi bahkan peningkatan kualitas lingkungan. Komitmen ini merupakan bentuk integrasi tambang dengan lingkungan.

Proses reklamasi juga dapat dikawal oleh public. Banyak perusahaan sekarang ini yang justru memunculkan reklamasi mereka untuk dikonsumsi umum. Selain bentuk kepatuhan terhadap aturan lingkungan ini dapat juga berperan untuk pencitraan. Lingkungan sudah menjadi isu global sekarang ini, sehingga perusahan yang peduli terhadap lingkungan adalah perusahaan yang memiliki visi kedepan dan etika bisnis yang baik.

 
 
Reklamasi, penghargaan lingkungan oleh tambang

Gencar-gencarnya isu sustainable development belakangan ini juga turut memacu menaiknya kebijakan pasca tambang, yaitu kebijakan untuk memastikan setiap kegiatan pertambangan memiliki konsep penutupan tambang sejak awal dimulainya aktivitas tambang. Konsep ini memastikan penataan lahan eks tambang tetap aman dan memiliki fungsi lingkungan. Konsep pasca tambang ini adalah hasil kesepakatan tiga stakeholders, pemerintah masyarakat dan operator tambang dan harus memenuhi criteria konservasi mineral, prinsip K3 dan prinsip lingkungan.

Ada satu hal yang juga sangat perlu dicermati dalam rencana penutupan tambang, yaitu sosial kemasyarakatan. Perlu dipastikan dalam dokumen rencana pasca tambang tentang status dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat harus dipastikan tidak tergantung pada aktivitas perusahaan setelah penutupan tambang.

 
 
 Nilai Tambah

Kekayaan alam khususnya sumber daya mineral sesungguhnya adalah anugerah Tuhan yang menjadi keuntungan bagi bangsa ini. Keuntungan dalam konteks pemanfaatan aset strategis secara optimal . Bagaimana bangsa ini dapat mentransformasi kekayaan alam yang belum termanfaatkan menjadi kekayaan alam yang dapat memberikan kesejateraan dalam konversi peningkatan infrastruktur, pendidikan, kontribusi ekonomi dan pemerataan keadilan.

Ada pula pandangan yang menyatakan bahwa kekayaan alam justru menjadi kutukan (curse) karena ketidakmampuan pengelolaan sehinga menimbulkan kerusakan dan bencana. John Tilton (2002) menyatakan bahwa muncul persepsi global dalam 4 dasawarsa terakhir yang menyatakan industry pertambangan adalah industry ekstraktif yang merusak lingkungan serta minim kontribusi terhadap kesejahteraan amsyarakat alias hanya memikirkan profit (bukan benefit). Pandangan ini juga muncul di Indonesia terlebih masih adanya persepsi tambang dekat dengan system kolonialisme.

Ada banyak nilai tambah yang sebenarnya dihasilkan dari hadirnya industry tambang. Nilai tambah ini bergulis layaknya bola salju, dapat makin besar ke arah hulunya. Multiplier effect atau efek berganda adalah istilah yang cocok untuk mengisyaratkan hal ini. Multiplier effect ini mutlak untuk diusahakan terlebih bila mengacu pada masyarakat di sekitar tambang.

Nilai tambah yang dihasilkan seperti:

a. Pengembangan inovasi dan pengembangan teknologi (baca transfer teknologi). Tambang identik dengan teknoloig modern dan saintik, yang kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan ini, awalnya mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri. Dengan bergulirnya waktu, harus terjadi konversi ilmu dan transfer teknologi antara tenaga ahli asing kepada tenaga ahli Indonesia. Telah banyak transfer teknologi yang berhasil dilakukan di Indonesia, sehinga jumlah tenaga ahli asing dapat dikurangi. Perencanaan tambang bawah tanah, perencanaan open pit, penggunaan alat berat non konvensional atau bahkan konsultan tambang. Bahkan secara ekstrem, apabila tidak terjadi transfer teknologi di suau perusahaan, maka kita mampu untuk “mencuri” dan “mengadopsi” teknologi tersebut.

b. Peningkatan penggunaan produk domestic. Dapat betapa besarnya pengeluaran tambang untuk menggunakan produk luar negeri. Untuk produk yang dapat dibuat dan disupply domestic, maka saat ini pemerintah telah menyusun kebijakan penggunaan produk domestic (local content) dalam indsutri tambang. Kebijakan ini juga untuk mensinkronisasikan arah industry hilir dengan industry hulu untuk peningkatan local content dan nilai tambah.

c. Upaya untuk mengptimalkan pengolahan mineral dan batubara di dalam negeri. Selama ini Indonesia mengekspor beberapa jenis mineral dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Tentunya produk ini kurang memiliki nilai tambah, untuk meningkatkan peran maka mineral dan batubara tersebut harus diolah di dalam negeri karena akan menciptakan perputaran ekonomi dari industry pengolahannya.

Smelter, memberikan nilai tambah pengolahan mineral

Contoh, jika bijih bauksit hanya diekspor, maka nilai jualnya rendah. Namun jika diolah di dalam negeri menjadi alumina bahkan alumunium dan produk ikutannya, akan ada efek ekonomi dari pembangunan pabrik pengolahan, penyerapan tenaga kerja atau nilai jual produk lanjutan yang lebih tinggi. Begitu pula untuk mineral lainnya. Dengan good mining practice, Indonesia harus mampu menghapuskan penjualan bahan tambang mentah, jangan sampai kita menjual “tanah air” saja. Kita harapkan sesuai yang diamanatkan UU Mineral No. 4 than 2009, di akhir tahun 2014, Indonesia mampu menghapuskan penjualan produk mentah pertambangan.

d. Pengembangan pertumbuhan ekonomi, khususnya ekonomi local. Hadirnya perusahaan tambang yang bersinggungan dengan masyarakat local tentunya akan memanfaatkan tenaga local, artinya perusahaan telah membangun system kerjasama untuk mengoptimalkan peran putra daerah. Selain itu, banyak aktivitas ekonomi local yang bsia dibangkitkan, misalnya supply makanan dan penyewaan akomodasi untuk tenaga kerjanya. Penyediaan sarana transportasi penunjang dan tvale agent. Supply daging dari peternak local maupun buah-buahan.



Masih banyak nilai tambah yang dapat dihasilkan dari hadirnya aktivitas pertambangan di suatu daerah. Optimalkanlah peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mampu mensinergiskan peran dan merangkul industry pertambangan untuk melaksanakan peningkatan nilai tambah seperti yang diamanatkan dalam UU Minerba No. 4/99 ini.


Konservasi

Keseluruhan sumberdaya mineral maupun batubara adalah renewable resources atau sumber daya alam yang tak terbarukan dan habis sekali pakai. Artinya tidak akan ada sumber daya yang terbentuk kembali setelah sumberdaya ini digunakan. Kalaupun terbentuk akan memakan wakt jutaan tahun lagi. Karena sifatnya yang tak terabarukan, maka penambangan, pengolahan dan pengusahaannya mau tak mau harus optimal dengan memberi benefit bagi perusahaan, Negara, masyarakat maupun lingkungannya.

Jadi mau tak mau dalam pengelolaan sumber daya mineral harus mengutamakan prinsip konservasi. segala bentuk pemborosan sumberdaya mineral harus dihindari. Dengan mengedepankan prinsip konservasi artinya menghindari terbuangnya mineral secara percuma (rudenden) dan memberikan jaminan usia pemanfaatan sumberdaya yang lebih lama.

Tentunya dapat dibayangkan, Indonesia adalah Negara yang menjadi peringkat 15 dalam cadangan batubara (6,7 milyar ton cadangan dan 61,3 milyar ton sumberdaya), No 7 dalam cadangan emas dunia (6.981 ton),cadangan tembaga terbesar ke 7 (41.473 juta ton)no 5 dan 8 masing-masing untuk cadangan logam timah (482.402 ton) dan nickel (627,8 juta ton) (sumber: DESDM, 2009) adalah Negara yang sangat kaya akan sumberdaya mineral. Sedikit sekali Negara yang dianugerahi kekayan seperti Indonesia. Memang terkesan lama dalam pemanfaatannya, namun tanpa konservasi, nilai diatas hanya akan menjadi angka apabila pemanfaatannya tidak mengacu pada azas konservasi.



 
 
Cadangan Mineral dan Batubara Indonesia

Penerapan prinsip konservasi mineral dapat dilakukan dengan banyak metode, mulai dari penggunaan teknologi untuk menambang cadangan yang marjinal, optimalisasi mineral ikutan (accessories mineral), proses mixing dan blending mineral berkadar rendah dengan kadar tinggi, penerapan cut off grade dan stripping ratio yang lebih efisien dan banyak metode lainnya.

Dulu hanya cadangan yang berkadar tinggi saja yang diusahakan sehingga cadangan yang berkadar marjinal didiamkan saja (dormant). Dengan peningkatan teknologi, kadar yang marjinal pun dapat diusahakan secara lebih ekonomis. Contohnya, saat ini telah banyak teknlogi pengolahan untuk emas berkadar rendah sehingga dapat diusahakan (heap leach method, cyanide leaching method), hydrometalurgi untuk mengoptimasi nickel kadar rendah juga telah berhasil dilaksanakan.

Pemanfaatan kembali tailing juga merupakan bentuk konservasi cadangan. Umumnya tailing masih memiliki kandungan mineral berharga meskipun dalam konsentrasi rendah. tailing yang dihasilkan 20 tahun lalu memiliki konsentrasi logam sebesar x gram/ton. Namun tailing saat ini seharusnya memiliki konsentrasi di bawah X gram/ton sehingga tailing masa lalu dapat dioptimasi dengan teknologi tertentu untuk mendapatkan logamnya secara ekonomis.

Nilai dan harga jual produk pertambangan saat ini menunjukkan trend yang fluktuatif karena dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan (supply and demand) pasar dunia. Kondisi ini menyebabkan tingkat kelayakan pengusahaan menjadi bervariasi sesuai harga jual dan mempengaruhi nilai dari cut off grade (COG) dan stripping ratio (SR) proses penambangan. Peningkatan nilai tersebut dapat membuat nilai SR dan COG menjadi lebih kecil dan optimasi sumberdaya dapat lebih diterapkan.

Dalam rangka konservasi mineral dan batubara, maka seluruh cadangan yang telah diketahui kuantitas dan kualitasnya harus terdata dengan sangat baik sehingga apabila terjadi perubahan harga di pasar dunia, antisipasi dapat dilakukan terencana dan tetap menghasilkan output yang efisien.

 

Sunday, July 31, 2011

Corporate Culture

Apa itu corporate culture..??. Bagi sebagian orang, kata ini memberikan makna yang sangat dalam karena akan sangat terkait dengan financial, benefit, aktivitas, penyediaan bahan baku dan seluruh kegiatan yang ada di perusahaannya. Namun di sisi lain, hanya sedikit orang yang benar-benar memahami falsafah dari kata corporate culture ini sendiri.

Pengertian budaya
Culture atau budaya dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Jelasnya kebudayaan diartikan sebagai serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya”.

Corporate culture
Corporate Culture (CC) memang mudah untuk dirasakan tetapi sulit untuk menjelaskannya secara gamblang. Seperti misalnya apakah kita merasakan bahwa kita dapat berbicara dengan siapa saja termasuk atasan, manajer ataupun CEO dalam suatu organisasi untuk membuat pekerjaan kita menjadi lebih baik? Apakah perusahan kita mampu untuk mengolah resiko dan konsekuensi yang akan dihadapi? Apakah tiap manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang diterima oleh orang lain? Apakah perusahan telah menciptakan lingkungan kerja yang mendukung seluruh aktivitas menuju etika bisnis yang baik dan mencapai sukses bersama-sama. Dalam banyak kasus, kepemimpinan menunjukkan peran besar dalam pelaksanaan CC. lebih jauh lagi, CC juga menunjukkan bagaimana mampu memperkuat eksistensi perusahaan.

Lalu oleh Taylor, corporate culture diartikan sekumpulan pengetahuan, keyakinan, seni,moral, hukum, adat, kapabilitas dan kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu. Pendek kata budaya organisasi adalah nilai-nilai dan cara bertindak yang dianut organisasi/perusahaan—beserta anggotanya–dalam hubungan-nya dengan pihak luar. Untuk mencapai taraf budaya organisasi diperlukan waktu yang panjang dalam pertemuan yang intens.

Lalu bagaimana kaitannya dengan perusahaan? CC menjadi penting ketika berbicara tentang aktivitas holistic suatu perusahaan. CC mencerminkan bagaimana attitude, kematangan SDM, financial, etos kerja. Ada beberapa contoh perusahaan dengan CC yang baik yang dapat menjadi panutan seperti:

Toyota dengan The Toyota Way
Kenapa Toyota ternyata mampu menjadi salah satu perusahaan manufaktur terbesar di dunia, dan apa hubungannya dengan CC..? Tenyata selain sebagai produsen mobil, Toyota juga merupakan suatu perusahaan yang telah menemukan budaya kerjanya sendiri yaitu The Toyota Way. Lantas apa buktinya mereka menjadi perusahaan manufaktur terbesar dunia? Toyota memperkerjakan orang-jam yang lebih sedikit, persediaan yang lebih kecil, mobil dengan kualitas tertinggi dengan cacat yang paling sedikit dari semua produsen mobil. Selain itu Toyota mampu secara konsisten meningkatkan standar kualitas, pengembangan produk, dan memiliki keunggulan proses.

Tak heran citra bisnis mereka luar biasa, mampu merebut pangsa pasar dari para pesaing yang bahkan memberi potongan harga, memperoleh lebih banyak laba dari produsen lain, dan memperoleh pujian dar para pemimpin bisnis. Dari pengalaman selama bertahun tahun, budaya bisnis Toyota mampu menumbuhkan atmosfer peningkatan dan pembelajaran berkelanjutan dan tumbuh bersama dengan semua SDM dan mampu menjadi solusi masalah. Toyota mampu menciptakan nilai bagi pelanggan, masyarakat, dan perekonomian perusahaannya.

Panasonic (Matsushita)
Matsushita sangat terkenal akan ucapannya “First we make people then we make product” bermakna bahwa pertama perusahaannya akan menciptakan sumber daya manusia terlebih dahulu baru selanjutnya menciptakna produk. Dengan SDM yang berkualitas, ia yakin akan mampu menciptakan produk dengan banyak keunggulan. Perusahannya mampu mencitakan banyak produk yang 30% lebih baik dan 30% lebih murah daripada produk lainnya.

Sejak didirikan dari tahun 1917 hingga saat ini, banyak kendala yang dialami namun Panasonic ternyata tidak pernah merumahkan karyawannya. Dengan berbagai strategi akhirnya mampu bertahan dan menjadi salah satu perusahaan manufaktur terbesar di Jepang. Dapat dibayangkan betapa kuatnya CC di perusahaan tersebut, yang membuatnya menjadi perusahaan beromset lebih dari US$ 110 milliar. Mampu menumbuhkan semangat bersaing dan menciptakan pekerja yang unggul.

Lalu bagaimana kaitannya dengan pertambangan?
Seperti diketahui bahwa pertambangan adalah dunia yang selalu dinamis, terkadang memusingkan. Banyak tekanan yang menyebabkan terjadinya perubahan di industry tambang, mulai dari globalisasi, expectasi social, percepatan teknologi, perubahan perundangan dan banyak hal lainnya. Setelah meningkatnya harga mineral selama decade lalu, kemudian kembali menurunnya harga belakangan menyebabkan perubahan radikal di dunia tambang.

Tambang menjadi industry yang sangat spesifik. Sumber daya dan cadangan mineral tidak sekedar dihargai sebatas nilai intrinsiknya tetapi juga memperhitungkan detail benefit yang mungkin ditimbulkannya. Banyak perusahaan tambang yang mengalami keterpurukan financial namun kembali bangkit dengan diakuisisi atau merger dengan perusahaan lainnya. Segala aktivitas ini tentunya akan memaksa banyak perusahaan tambang (khususnya di Indonesia) untuk mampu bersaing secara global.

Perubahan secara global dan mendunia, disinilah peran pentingnya perubahan kepemimpinan. Kepemimpinan akan sangat berpengaruh dalam pencapaian target perusahaan khususnya penguatan corporate culture. Bagaimana kepemimpinan dapat membentuk suatu lingkungan yang menunjang dan memperlakukan pekerja dengan mengedepankan nilai-nilai perusahaan yang baik.

Di Indonesia, masih kental dengan persepsi “kepemimpinan yang memberi teladan”. Dimulai dari pemimpin di perusahaan yang mampu menerapkan atribut kemepempinannya dalam membentuk budaya perusahaan. Dibutuhkan suatu strategi dan nilai-nilai kepemimpinan perusahaan untuk dapat mewujudkan corporate culture sebagai bagian integral perusahaan tambang. Kemudian bagaimana bersama-sama menyatukan gagasan, keingintahuan, pengetahuan resiko, keteladanan, kerjasama dalam mencapai target perusahaan. Bagaimana pemimpin perusahaan tambang dapat mendelegasikan kewenangan kepada seluruh anak buahnya sehingga mereka memahami dan mampu melaksanakan aktivitas sesuai tanggung jawabnya.

Corporate culture dapat menjadi kekuatan dalam membangun perusahaan tambang tetapi juga dapat menjadi senjata balik bagi perusahaan tambang yang tak siap.

















Wednesday, July 20, 2011

Good Mining Practice, Nilai Tambah Industri Pertambangan (Bagian II)

Prinsip Nilai Tambah

Kekayaan alam khususnya sumber daya mineral sesungguhnya adalah anugerah Tuhan yang dapat menjadi keuntungan bagi bangsa ini. Keuntungan dalam konteks pemanfaatan aset strategis secara optimal. Bagaimana bangsa ini dapat mentransformasi kekayaan alam yang belum termanfaatkan menjadi kekayaan alam yang dapat memberikan kesejateraan dalam konversi peningkatan infrastruktur, pendidikan, kontribusi ekonomi dan pemerataan keadilan.

Ada pula pandangan yang menyatakan bahwa kekayaan alam justru menjadi kutukan (curse) karena ketidakmampuan pengelolaan sehinga menimbulkan kerusakan dan bencana. John Tilton (2002) menyatakan bahwa muncul persepsi global dalam 4 dasawarsa terakhir yang menyatakan industry pertambangan adalah industry ekstraktif yang merusak lingkungan serta minim kontribusi terhadap kesejahteraan amsyarakat alias hanya memikirkan profit (bukan benefit). Pandangan ini juga muncul di Indonesia terlebih masih adanya persepsi tambang dekat dengan system kolonialisme.


Tambang terbuka batubara, persepktif umum yang merusak lingkungan

Ada banyak nilai tambah yang sebenarnya dihasilkan dari hadirnya industry tambang. Nilai tambah ini bergulir layaknya bola salju, dapat makin besar ke arah hilirnya. Multiplier effect atau efek berganda adalah istilah yang cocok untuk mengisyaratkan hal ini. Multiplier effect ini mutlak untuk diusahakan terlebih bila mengacu pada masyarakat di sekitar tambang.

Nilai tambah yang dihasilkan seperti:

  • Pengembangan inovasi dan pengembangan (baca transfer teknologi). Tambang identik dengan teknoloig modern dan saintik, yang kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan ini, awalnya mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri. Dengan bergulirnya waktu, harus terjadi konversi ilmu dan transfer teknologi antara tenaga ahli asing kepada tenaga ahli Indonesia. Telah banyak transfer teknologi yang berhasil dilakukan di Indonesia, sehinga jumlah tenaga ahli asing dapat dikurangi. Perencanaan tambang bawah tanah, perencanaan open pit, penggunaan alat berat non konvensional atau bahkan konsultan tambang. Bahkan secara ekstrem, apabila tidak terjadi transfer teknologi di suau perusahaan, maka kita mampu untuk “mencuri” dan “mengadopsi” teknologi tersebut.

Pengolahan Mineral, teknologi tinggi yang dapat diraih dengan transfer teknologi


  • Peningkatan penggunaan produk domestic. Dapat betapa besarnya pengeluaran tambang untuk menggunakan produk luar negeri. Untuk produk yang dapat dibuat dan disupply domestic, maka saat ini pemerintah telah menyusun kebijakan penggunaan produk domestic (local content) dalam indsutri tambang. Kebijakan ini juga untuk mensinkronisasikan arah industry hilir dengan industry hulu untuk peningkatan local content dan nilai tambah.

  • Upaya untuk mengptimalkan pengolahan mineral dan batubara di dalam negeri. Selama ini Indonesia mengekspor beberapa jenis mineral dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Tentunya produk ini kurang memiliki nilai tambah, untuk meningkatkan peran maka mineral dan batubara tersebut harus diolah di dalam negeri karena akan menciptakan perputaran ekonomi dari industry pengolahannya. Contoh, jika bijih bauksit hanya diekspor, maka nilai jualnya rendah. Namun jika diolah di dalam negeri menjadi alumina bahkan alumunium dan produk ikutannya, akan ada efek ekonomi dari pembangunan pabrik pengolahan, penyerapan tenaga kerja atau nilai jual produk lanjutan yang lebih tinggi. Begitu pula untuk mineral lainnya. Dengan good mining practice, Indonesia harus mampu menghapuskan penjualan bahan tambang mentah, jangan sampai kita menjual “tanah air” saja. Kita harapkan sesuai yang diamanatkan UU Mineral No. 4 than 2009, di akhir tahun 2014, Indonesia mampu menghapuskan penjualan produk mentah pertambangan.

  • Pengembangan pertumbuhan ekonomi, khususnya ekonomi local. Hadirnya perusahaan tambang yang bersinggungan dengan masyarakat local tentunya akan memanfaatkan tenaga local, artinya perusahaan telah membangun system kerjasama untuk mengoptimalkan peran putra daerah. Selain itu, banyak aktivitas ekonomi local yang bsia dibangkitkan, misalnya supply makanan dan penyewaan akomodasi untuk tenaga kerjanya. Penyediaan sarana transportasi penunjang dan travel agent. Supply daging dari peternak local maupun buah-buahan.

 
Petani lokal mampu berkontribusi dalam aktivitas akonomi pertambangan

Masih banyak nilai tambah yang dapat dihasilkan dari hadirnya aktivitas pertambangan di suatu daerah. Optimalkanlah peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mampu mensinergiskan peran dan merangkul industry pertambangan untuk melaksanakan peningkatan nilai tambah seperti yang diamanatkan dalam UU Minerba Np. 4/99 ini.

Prinsip Konservasi

Keseluruhan sumberdaya mineral maupun batubara adalah renewable resources atau sumber daya alam yang tak terbarukan dan habis sekali pakai. Artinya tidak akan ada sumber daya yang terbentuk kembali setelah sumberdaya ini digunakan. Kalaupun terbentuk akan memakan waktu jutaan tahun lagi. Karena sifatnya yang tak terbarukan, maka penambangan, pengolahan dan pengusahaannya harus optimal dengan memberi benefit bagi perusahaan, Negara, masyarakat maupun lingkungannya.

Jadi mau tak mau dalam pengelolaan sumber daya mineral harus mengutamakan prinsip konservasi. Segala bentuk pemborosan sumberdaya mineral harus dihindari. Dengan mengedepankan prinsip konservasi artinya menghindari terbuangnya mineral secara percuma (rudenden) dan memberikan jaminan usia pemanfaatan sumberdaya yang lebih lama.

Tentunya dapat dibayangkan, Indonesia adalah Negara yang menjadi peringkat 15 dalam cadangan batubara (6,7 milyar ton cadangan dan 61,3 milyar ton sumberdaya), No 7 dalam cadangan emas dunia (6.981 ton),cadangan tembaga terbesar ke 7 (41.473 juta ton)no 5 dan 8 masing-masing untuk cadangan logam timah (482.402 ton) dan nickel (627,8 juta ton) (sumber: DESDM, 2009) adalah Negara yang sangat kaya akan sumberdaya mineral. Sedikit sekali Negara yang dianugerahi kekayan seperti Indonesia. Memang terkesan lama dalam pemanfaatannya, namun tanpa konservasi, nilai diatas hanya akan menjadi angka apabila pemanfaatannya tidak mengacu pada azas konservasi.

 

Penerapan prinsip konservasi mineral dapat dilakukan dengan banyak metode, mulai dari penggunaan teknologi untuk menambang cadangan yang marjinal, optimalisasi mineral ikutan (accessories mineral), proses mixing dan blending mineral berkadar rendah dengan kadar tinggi, penerapan cut off grade dan stripping ratio yang lebih efisien dan banyak metode lainnya.

Dulu hanya cadangan yang berkadar tinggi saja yang diusahakan sehingga cadangan yang berkadar marjinal didiamkan saja (dormant). Dengan peningkatan teknologi, kadar yang marjinal pun dapat diusahakan secara lebih ekonomis. Contohnya, saat ini telah banyak teknlogi pengolahan untuk emas berkadar rendah sehingga dapat diusahakan (heap leach method, cyanide leaching method), hydrometalurgi untuk mengoptimasi nickel kadar rendah juga telah berhasil dilaksanakan.

Pemanfaatan kembali tailing juga merupakan bentuk konservasi cadangan. Umumnya tailing masih memiliki kandungan mineral berharga meskipun dalam konsentrasi rendah. tailing yang dihasilkan 20 tahun lalu memiliki konsentrasi logam sebesar x gram/ton. Namun tailing saat ini seharusnya memiliki konsentrasi di bawah X gram/ton sehingga tailing masa lalu dapat dioptimasi dengan teknologi tertentu untuk mendapatkan logamnya secara ekonomis.

 
Tailing dapat dimanfaatkan melalui berbagai inovasi

Nilai dan harga jual produk pertambangan saat ini menunjukkan trend yang fluktuatif karena dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan (supply and demand) pasar dunia. Kondisi ini menyebabkan tingkat kelayakan pengusahaan menjadi bervariasi sesuai harga jual dan mempengaruhi nilai dari cut off grade (COG) dan stripping ratio (SR) proses penambangan. Peningkatan nilai tersebut dapat membuat nilai SR dan COG menjadi lebih kecil dan optimasi sumberdaya dapat lebih diterapkan.

Dalam rangka konservasi mineral dan batubara, maka seluruh cadangan yang telah diketahui kuantitas dan kualitasnya harus terdata dengan sangat baik sehingga apabila terjadi perubahan harga di pasar dunia, antisipasi dapat dilakukan terencana dan tetap menghasilkan output yang efisien.

Wednesday, July 13, 2011

Good Mining Practice (Bagian I)


Peradaban manusia sekarang ini tak lepas dari peran input hasil sumber daya alam terutama pertambangan, dan pertambangan erat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Tambang dan sumberdaya mineral tidak dapat dilepaskan dari lingkungan pembentukannya di bumi. Daerah dengan tatanan geologis tertentu akan menghasilkan cadangan mineral yang ekonomis. Dan bagi daerah yang kaya, kehadiran cadangan ini dapat menjadi tulang punggung pendapatan asli daerah.

Pertambangan memang berpotensi menjadi agen perubahan (development agent) karena umumnya tambang berlokasi di daerah remote yang akhirnya dapat membuka akses dan meningkatkan infrastruktur. Lebih jauh pertambangan haruslah dijalankan secara berkelanjutan karena sifatnya yang temporary dan mengambil sumber daya yang tak pulih (un renewable resources). Oleh karenanya pemulihan lahan yang terganggu harus dioptimalkan sehingga menjadi lahan yang produktif. Selain itu, manfaat dari aktivitas pertambangan perlu di konversi ke dalam bentuk lain (transformasi manfaat) agar pembangunan tetap dapat berlanjut dan tetap memberikan kesejahteraan di daerah sekitarnya.


PT. Freeport Indonesia, salah satu tambang di daerah remote

Lantas apa maksud dari keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan? Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya mineral melalui peningkatan dan konversi nilal tambah dengan mengedepankan nilai lingkungan dan keadilan sosial dan tetap memberikan kesempatan pada generasi mendatang untuk menikmati sumber daya mineral tersebut.

Kemudian konsep pemanfaatan mineral berkelanjutan ini akan berlandaskan pada isu demokrasi, keadilan dan pemerataan yang sifatnya lintas generasi. Suatu konsep yang melibatkan seluruh stake holders. Ini juga konsep yang menekankan pentingnya pengelolaan keteknikan, sosial kemasyarakatan, pendekatan lingkungan yang terpadu dan kesemua hal ini dapat dilebur untuk diterapkan dalam praktek pengelolaan tambang yang benar (Good Mining Practice).

 
Pembuatan jenjang dan reklamasi lahan eks tambang, implementasi good mining practice

Good Mining Practice dapat dijelaskan secara gamblang sebagai aktivitas pertambangan yang memenuhi kriteria, kaidah maupun norma-norma menambang yang tepat sehingga pemanfaatan mineral memberikan hasil optimal dan mengurangi dampak negatif yang terjadi. Beberapa ciri Good Mining Practice antara lain:

  1. Penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung lingkungan
  2. Kepedulian terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) terutama bagi pekerjanya
  3. Meciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar
  4. Kepatuhan terhadap hukum dan perundangan yang berlaku
  5. Menggunakan standarisasi keteknikan dan teknologi pertambangan yang tepat dalam aktivitasnya
  6. Pengembangan potensi dan kesejahteraan masyarakat setempat terutama dari optimalisasn dan konversi pemanfaatan mineral
  7. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang (mine closure)
  8. Memberikan benefit yang memadai bagi investor

 
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, menjadi penting dalam aktivitas tambang

Kemudian siapa yang harus melaksanakan Good Mining Practice ini..? Seharusnya seluruh perusahaan tambang wajib melakukan Good Mining Practice sebagai inisiatif global. Karena ini akan menjadi parameter kepatuhan dan integritas perusahaan sebagai operator pertambangan. Implementasi Good Mining Practice ini juga merupakan repectivitas tehadap lingkungan, masyarakat serta Negara.



Penghargaan Lingkungan dan Pasca Tambang

Tak ada yang menolak anggapan bahwa aktivitas dasar pertambangan itu sifatnya destruktif, merubah lanskap lahan, memotong vegetasi di permukaan, pembuangan tailing, melakukan countouring hingga penggalian jenjang. Tekanan aktivitas pertambangan yang begitu besar terhadap lingkungan untuk beberapa hal dan kondisi memang patut dikoreksi terlebih mengingat masih adanya persepsi kuno tentang tambang terkait dengan sifat eksploitatifnya (baca kolonialisme) yang diturunkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat juga awam terhadap aktivitas pertambangan secara keseluruhan.

 
Penambangan timah zaman Belanda

Persepsi yang keliru inilah yang menimbulkan penolakan atau ketidaksukaan publik. Diakui atau tidak, kesalahanpersepsian ini turut mempengaruhi kebijakan di sektor lain. Padahal sebagai aktivitas utama manusia, pertambangan justru mampu menjadi pengerak ekonomi masyarakat di daerah terpencil mengingat karakteristik usaha pertambangan yang memang berada di lokasi remote dan sifatnya membuka akses infrastruktur. Pertambangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berperan sebagai agen penggerak utama (prime mover) pembangunan local.

Terkait dengan hal ini, segala aktivitas pertambangan yang dapat menyebabkan keresahan, termasuk kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi bahkan potensi masyarakat tergantung pada aktivitas tambang setelah tambang berakhir harus dicegahdan ditanggulangi. Penghargaan terhadap lingkungan dan masyarakat atas aktivitas tambang sudah bergulir dan harus menjadi trend terbaru dalam mewujudkan sustainable development.

Permasalahan lingkungan di pertambangan sebenarnya sdah diantisipasi dengan sangat baik melalui kewajiban perusahaan untuk melakukan AMDAL sebelum aktivitas eksploitasi berjalan. AMDAL adalah dokumen perencanaan lingkungan yang terdiri dari dokumen Studi Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), Dokumen ANDAL yang kesemuanya itu harus mendapat legitimasi dari pemerintah pusat, daerah, perusahaan dan instansi terkait langsung. Sebenarnya tujuan utama dari penyusunan dokumen AMDAL ini adalah untuk membuat keputusan operasional bagaimana aktivitas tambang saat disusun, saat beroperasi dan saat pasca tambangnya. Dan AMDAL bukanlah kitab suci yang sacral dan tak dapat diubah. AMDAL seharusnya bersifat open source sehingga publik berhak tahu bagaimana dan apa yang akan terjadi di aktivitas tambangnya.

Selain itu, perusahaan diwajibkan membuat Rencana Tahunan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RTPKL) yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dan terkait dengan reklamasi, perusahan menyerahkan dana jaminan reklamasi sebagai kepastian akan perbaikan atas perubahan lanskap yang terjadi sehingga dampak negatif dapat dieliminasi bahkan peningkatan kualitas lingkungan. Komitmen ini merupakan bentuk integrasi tambang dengan lingkungan.

Proses reklamasi juga dapat dikawal oleh public. Banyak perusahaan sekarang ini yang justru memunculkan reklamasi mereka untuk dikonsumsi umum. Selain bentuk kepatuhan terhadap aturan lingkungan ini dapat juga berperan untuk pencitraan. Lingkungan sudah menjadi isu global sekarang ini, sehingga perusahan yang peduli terhadap lingkungan adalah perusahaan yang memiliki visi kedepan dan etika bisnis yang baik.

 
Reklamasi, penghargaan lingkungan oleh tambang

Gencar-gencarnya isu sustainable development belakangan ini juga turut memacu menaiknya kebijakan pasca tambang, yaitu kebijakan untuk memastikan setiap kegiatan pertambangan memiliki konsep penutupan tambang sejak awal dimulainya aktivitas tambang. Konsep ini memastikan penataan lahan eks tambang tetap aman dan memiliki fungsi lingkungan. Konsep pasca tambang ini adalah hasil kesepakatan tiga stakeholders, pemerintah masyarakat dan operator tambang dan harus memenuhi criteria konservasi mineral, prinsip K3 dan prinsip lingkungan.

Ada satu hal yang juga sangat perlu dicermati dalam rencana penutupan tambang, yaitu sosial kemasyarakatan. Perlu dipastikan dalam dokumen rencana pasca tambang tentang status dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat harus dipastikan tidak tergantung pada aktivitas perusahaan setelah penutupan tambang.


Bersambung.....