Wednesday, December 12, 2007

Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Mineral

Sektor pertambangan adalah sektor yang sangat kompleks karena melibatkan berbagai industri yang terintegrasi. Karakteristik industri mineral sangat berbeda dengan industri lain sehingga investasi di sektor ini memang membutuhkan iklim kondusif. Beberapa karakteristik sektor pertambangan adalah:

• Membutuhkan modal besar baik tahap eksplorasi maupun produksi,
• Resiko investasi yang tinggi dengan tingkat keberhasilan produksi hanya 5%,
• Penggunaan teknologi maju
• Industri jangka panjang yang tidak quick yielding
• Dampak yang besar terhadap lingkungan sosial dan masyarakat

Karena keterbatasan diatas, Indonesia perlu menyusun kebijakan pengembangan sektor pertambangan untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan ini dapat dituangkan dalam bentuk mineral policy yang merupakan strategi dalam rangka pengelolaan bahan galian milik bangsa Indonesia, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan berbagai kepentingan yang ada pada kurun waktunya”.

Berbagai kepentingan yang tercakup dalam mineral policy diatas antara lain kepentingan nasional, masyarakat setempat, pemerintah daerah, pengusahaan, konservasi bahan galian, kepentingan generasi mendatang dan kepentingan terhadap perlindungan lingkungan hidup dan fleksibel sesuai dengan kebijakan umum nasional dan perkembangan berbagai aspirasi masyarakat serta kepentingan nasional yang disepakati.

Kebijakan nasional pengembangan sumberdaya mineral ini ditujukan untuk dapat menggeser paradigma (mindset) Indonesia adalah negara yang ramah terhadap bisnis dan menghargai pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan dan peningkatan kehidupan sosial. Beberapa kondisi penting yang meliputi keadaan investasi pertambangan di Indonesia saat ini adalah sebagai berikut:

1. Indeks kepercayaan yang rendah (kepastian usaha)
Menurut laporan Bank Dunia, Indonesia relatif memiliki tingkat kepercayaan dari investor yang lebih rendah dari Thailand dan Vietnam. Rendahnya tingkat kepercayaan investor ini mengakibatkan munculnya disinsentif yang sangat besar bagi investor terutama sektor pertambangan yang relatif memakan waktu yang lama serta risiko yang besar.

2. Iklim usaha yang buruk menyusul krisis sejak pertengahan 1997
Walaupun potensi profit yang mungkin dihasilkan besar, investor tidak akan tertarik untuk berinvestasi pada suatu negara yang tidak memiliki iklim usaha yang kondusif. Banyak hal yang mempengaruhi iklim investasi ini, mulai dari aktivitas politik, keamanan, regulasi yang tidak endukung hingga konflik dengan masyarakat dan pemerintah.
Indonesia dikenal memiliki lingkungan bisnis yang relatif kurang menarik dibanding bisnis regional dan global. Rendahnya rangking Indonesia ini disebabkan ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan, lemahnya penegakan hukum, dan inkonsistensi peraturan.

3. Entry cost relatif mahal

Salah satu penyebab rendahnya daya saing investasi di Indonesia adalah tingginya entry cost. Hal ini karena banyaknya pungutan bisnis melalui berbagai peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah yang pada intinya adalah menambah beban biaya. RRT (Republik Rakyat Taiwan) telah menjalankan strategi menciptakan keunggulan kompetitif lewat upaya menciptakan biaya serendah mungkin sehingga harga jualnya pun akan menjadi kompetitif. Berbagai upaya dilakukan oleh RRT untuk memerangi korupsi dan berbagai pungutan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Awalnya RRT unggul di sektor tenaga kerja dengan upahnya yang rendah. Namun belakangan ini upah buruh mereka jauh berada di atas upah buruh di Indonesia. Perusahaan RRT tidak masalah memberikan upah tinggi karena perusahaan tidak harus memberikan layanan sosial, kesehatan dan pendidikan karena biaya sosial buruh ditanggung oleh pemerintah termasuk pesangon. Biaya operasi juga rendah juga dikarenakan peningkatan produktifitas atau Cost Reduction Program (CRP) yang dilakukan konsisten.

Kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia, upaya untuk meningkatkan daya saing menemui banyak kendala. Studi yang dilakukan oleh World Bank (2004) menyajikan perbandingan yang jelas tentang jumlah prosedur dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memulai usaha di beberapa negara Asia. Tabel ini memperlihatkan jumlah prosedur dan entry cost di beberapa negara Asia pada tahun 2004. Jika dibanding dengan negara-negara lain di Asia, Indonesia tidak begitu menarik dikarenakan durasi yang sangat lama dan biaya dalam persen PNB perkapita yang jauh lebih besar.

Tabel Jumlah Prosedur dan Entry Cost
Indonesia Malaysia Thailand Filipina China
Jumlah Prosedur 11 7 8 14 12
Durasi (Hari) 158 56 45 62 72
Biaya (US$) 160 921 134 150 111
Biaya (% PNB/kapita) 28 27 7 14 13

4. Angka Korupsi
Faktor pengembangan institusi berpengaruh besar terhadap pertumbuhan investasi sektor pertambangan seperti mengurangi korupsi pada sektor pemerintahan Indonesia. Tingkat korupsi di Indonesia jauh lebih tinggi dibanding negara lain. Persepsi korupsi di Indonesia jelas menimbulkan disinsentif sangat besar bagi investasi industri mineral, mengingat kuatnya regulasi yang mengatur sektor industri mineral ini. Indonesia adalah negara kedua terkorup di Asia atau peringkat 12 setelah Philipina sedang negara “terbersih” dari korupsi adalah Singapura.

5. Kerumitan birokrasi
Dibanding dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina dan Thailand, perijinan untuk memulai usaha di Indonesia jauh lebih rumit dan mahal. Studi World Bank seperti disebutkan sebelumnya menunjukkan perijinan mulai usaha baik pusat maupun daerah di Indonesia harus melalui 12 prosedur dan membutuhkan waktu 158 hari (5 bulan) dengan biaya sebesar 28 persen dari per capita income. Jauh lebih rumit daripada perijinan di Malaysia, Filipina dan Thailand yang lebih cepat dan lebih murah.

6. Tumpang tindihnya kewenangan pengelolaan bahan galian
Ini terutama terkait dengan tmpang tindihnya regulasi sektor pertambangan dengan Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Karena 90% dari ekspllorasi greenfields ternyata tercover di hutan lindung sehingga tidak dapat berjalan.

Wednesday, October 10, 2007

ASPEK LINGKUNGAN DALAM AMDAL BIDANG PERTAMBANGAN

Pendahuluan
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan dan teknologi pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin besar dan ekstraksi kadar rendahun menjadi ekonomis sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang besar dan penting.

Kegiatan pertambangan selain menimbulkan dampak lingkungan, juga menimbulkan dampak sosial kompleks. Oleh sebab itu, AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998):
  1. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.
  2. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.

Klasifikasi Bahan Tambang
Bahan galian seringkali dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni bahan galian metalliferous (emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan), nonmetalliferous (batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat) dan bahan galian yang digunakan untuk bahan bangunan atau batuan ornament (slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite).


Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:
Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan, Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan, Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan, Stabilisasi site dan rehabilitas, Tailing tambang dan pembuangan tailing, Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing, Peralatan yang tidak digunakan , tailing padat, tailing rumah tangga, Emisi Udara, Debu, Perubahan Iklim, Konsumsi Energi, Pelumpuran dan perubahan aliran, Sungai buangan air tailing dan air asam terkontaminasi dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja, masyarakat dan pemukiman tambang, Perubahan air tanah dan kontaminasi, Tailing B3 dan bahan kimia Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pekerja, Kebisingan, Radiasi, Keselamatan dan kesehata, Toksisitas logam berat, Peninggalan budaya dan situs arkeologi Kesehatan masyarakat di sekitar tambang (Sumber : Balkau F. dan Parsons A. , 1999)

Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan


Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: 1. Eksplorasi 2. Ekstrasi dan pembuangan tailing batuan 3. Pengolahan bijih dan operasional 4. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya 5. Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi 6. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman.

Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan adalah pengamatan udara, survey geofisika, studi sedimen sungai dan geokimia lain, pembangunan akses, pembukaan lokasi pengeboran, pembuatan landasan dan pembangunan anjungan pengeboran.

Ekstraksi dan Pembuangan Tailing Batuan. Lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral dengan pertambangan terbuka dengan teknik open-pit, strip mining, dan quarrying, tergantung bentuk geometris tambang dan mineralnya. Ekstrasi mineral dengan tambang terbuka menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang) menggunakan alat pengeruk, dilakukan pada bidang galian yang sempit. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan tailing digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah. Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas.


Ekstraksi menghasilkan tailing dan produk samping sangat banyak dengan total limbah yang diproduksi bervariasi 10 % sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan tailing batuan. Batuan penutup (overburden) dan tailing batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral atau mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.

Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian dalam menentukan besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan tailing adalah:
  • Luas dan kedalaman zona mineralisasi, Jumlah batuan yang akan ditambang dan dibuang akan menentukan lokasi dan desain penempatan tailing, Kemungkinan toksisitas tailing, Potensi terjadinya air asam tambang, Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu, Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, tailing dam), Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuangan overburden berasal dari penambangan dredging dan placer), Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah, Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.

Pengolahan Bijih dan Pabrik Pengolahan ini tergantung pada jenis mineral yang diambil, umumnya adalah proses benefication –bijih diproses menjadi konsentrat bijih- atau selanjutnya diikuti dengan pengolahan metalurgi dan refining. Proses benefication umumnya terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan konsentrasi dengan gravitasi, magnetis atau flotasi, diikuti dengan dewatering dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan tailing dan emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat. Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi. Pyrometalurgi seperti roasting dan smelting menyebabkan gas buang (sulfur dioksida, partikulat dan logam berat) dan slag. Hidrometalurgi menghasilkan pencemar cair yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika tidak digunakan kembali (recycle).

Bahan-bahan kimia yang digunakan di dalam proses pengolahan (sianida, merkuri, dan asam kuat) bersifat hazard. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan dan pembuangannya memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kesehatan dan keselamatan serta mencegah pencemaran ke lingkungan.

Penampungan Pengolahan dan Pembuangan Tailing. Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan dampak lingkungan sangat penting. Tailing berbentuk lumpur berkomposisi 40-70% cairan. Penampungan, pengolahan dan pembuangan tailing memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar. Pengendalian pembuangan tailing harus memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap fauna. Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing meliputi: - Karakteristik geokimia area dan potensi migrasi lindian dari tailing. – Kerawanan bencana alam yang mempengaruhi keamanan lokasi dan desain teknis. - Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian serta kepentingan lain. - Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air pengolahannya. - Reklamasi setelah pasca tambang.

Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi. Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (crusher, belt conveyor, rel kereta, kabel gantung, pipa pengangkut tailing).

Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja. Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja trampil perlu didatangkan dari luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat besar. Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih, musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta penyebaran penyakit menular.

Decomisioning dan Mining Closure. Setelah ditambang dan cadangan bijih dianggap tidak ekonomis lagi, tambang harus ditutup. Penutupa tambang ini banyak yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga tambang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati.. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan. Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Yang tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.

Sunday, September 30, 2007

KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI DAERAH TAMBANG

Pemerintah seharusnya waspada terhadap kemudahan pemberian izin kuasa penambangan (KP) yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. KP adalah izin usaha penambangan baik izin eksplorasi maupun eksploitasi bahan galian mineral yang ditujukan pada investor nasional. Kehati-hatian ini adalah pada proses tumpang tindihnya lahan akibat dikotomi perundangan daerah. Seringkali terjadi insinkronisasi kebijakan Pemda sehingga pemberian izin KP daerah justru menimbulkan conflict of interest,

Jika di suatu daerah yang telah memiliki izin penggunan lahan baik pertanian, perkebunan maupun aktivitas permukaan lain di kemudian hari ditemukan potensi cebakan mineral dibawahnya, ini akan menjadi potensi konflik pemanfaatan sumberdaya alam. Konflik ini bisa menuju persengketaanm aupun diselesaikan sesuai perundangan yang berlaku.
Namun kebanyakan di daerah akibat lack of competencies, yang terjadi setelah konflik adalah perseteruan tumpang tindih lahan. Setiap pihak berupaya untuk meyakinkan bahwa hak penggunan lahan yang dimilikinya adalah yang paling sah menurut hokum dengan berlandaskan pada izin yang dimilikinya (baik Hak Guna Usaha, Kuaas Pertambangan maupun izin lainnya). Pemda seringkali mengeluarkan izin yang kenyataannya di lapangan justru bertentangan dengan izin lainnyang telah dikeluarkan sebelumnya. Makin lama, justru tumpang tindih penggunaan lahan dan pemanfaatan sumberdaya ini membawa konflik menuju keruwetan.

Yang terjadi saat ini seperti konflik antara PT. Bojongasih (PTB) yang memiliki Hak Guna Usaha lahan perkebunan hingga 2009 dan telah mengusahakan perkebunan sejak tahun 1939 dengan PT. GMB yang mendapatkan izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Eksploitasi di lahan PT. Bojongasih, daerah Sukabumi. PTB yang masih memiliki izin HGU merasa haknya utuk pengelolaan lahan terserobot dengan KP yang dikeluarkan Pemda dan kini makin meruncing.

Permasalahanyang memuncak dari aksi saling klaim wilayah dan izin ini dikhawatirkan berujung pada keberingasan social. Karena menyangkut urusan perut, ditambah lagi dengan ego etnosentris yang primordial, kedua pihak menyatakan siap memeprtahankan apa yang menurut mereka adalah hak meski dengan mempertaruhkan nyawa.

Sunguh ironis sekali, ketika Pemda yang mengelarkan izin justru lepas tangan terhadap masalah ini, mengatakan bahwa izin yang dikeluarkan telah sesuai dengan birokrasi dan prosedur yang berlaku. Seolah-olah mereka ingin cuci tangan terhadap konflik ini.dan bukanlah hal baur lagi jika untuk mendapatkan berbagai kemudahan dan legitimasi izin, harus ada biaya entertainment dan pelicin sana sini agar usaha berjalan mulus.

Terkadang orang seling salah mengartikan tentang penguaaan oleh negara dan pemanfaatan kekayaan alam sebesarnya untuk kemakmuran rakyat. Memang kedua pemanfaatan sumberdaya alam tersebut mengacu pada UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam naskah UUD 1945 pasal ini ditempatkan dibawah ”Bab XIV “KESEJAHTERAAN SOSIAL” ada dua bagian penting yang menarik dari ayat 3 tersebut yaitu :
  • Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi dan didalam air dikuasai oleh negara dan dengan demikian mengandung arti bahwa kepemilikan sumber kekayaan alam tersebut bukan milik pribadi dan juga bukan hanya milik daerah tetapi juga milik rakyat negara Indonesia lainnya”. Secara implisit ini juga mengandung arti diatur pemanfaatannya oleh negara karena itu ada peraturan perundang-undangan yang mengatur seperti UU No. 11/1967, UU Agraria dan peraturan pelaksanaan lainnya.
  • Dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat mengandung pengertian mendorong kekqayaan alam tersebut perlu diproduksi agar pendapatan (proceednya) dapat dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Pelaksanaan ini tentu didalam batas rambu-rambu yang ada. Ump Optimalisasi nilai tambah dan pembagian/pemerataan seadil mungkin.

Jadi jelas bahwa pemanfaatan SDA bukanlah hanya hak siapa-siapa atau menjadi hak siapa-siapa, tetapi diatur oleh negara. Dan juga bukan hanya alasan ekonomis saja yang menyebabkan suatu izin diberikan kekuatan superior atas izin lainnya. Harus diingat juga bahwa selain factor ekonomis, disitu ada kepentingan konservasi dan keselamatan manusa dan lingkungan. Percuma saja jika ekonomi ditingkatkan tetapi justru meninggalkan problem dan bencana yang merugikan manusia.

Harus ada penelaahan mendalam dan berpikir secara holistic, karena menyelesaikan secara parsial hanya pengobatan yang symptomatic, hal fundamental tidak tersentuh sehingga potensi konflik masih dapat terjadi.

Monday, September 24, 2007

MEROSOTNYA KONDISI LINGKUNGAN


Lingkungan sesungguhnya adalah tempat hidup dimana manusia, benda hidup dan tak hidup lainnya berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sesungguhnya fungsi dan peranan lingkungan yang utama adalah se¬bagai sumber bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau untuk Iangsung dikonsumsi, sebagai asimilator yaitu sebagai pengolah limbah secara alami, dan sebagai sumber kesenangan (amenity).

Dengan berkembangnya waktu dan semakin meningkatnya usaha peningkatkan kesejahteraan manusia, ternyata fungsi dan peranan lingkungan telah menurun dari waktu ke waktu; artinya jumlah bahan mentah yang dapat disediakan lingkungan alami telah semakin ber¬kurang dan menjadi langka, kemampuan alam untuk mengolah limbah juga semakin berkurang karena terlalu banyaknya limbah yang harus ditam¬pung melebihi daya tampung lingkungan, dan kemampuan alam menyedia¬kan kesenangan dan kegembiraan langsung juga semakin berkurang ka¬rena banyak sumberdaya alam dan lingkungan yang telah diubah fung¬sinya atau karena meningkatnya pencemaran.

Sesungguhnya Manusia adalah tergolong mahluk “homo economicus” dalam artian manusia selalu berusaha mengedepankan prinsip ekonomi dalam mencapai tujuannya. Prinsip ini pula yang melatarbelakangi timbulnya perlombaan antara “kebutuhan dengan keinginan” dan prinsip ini memicu timbulnya “scarcity” sehingga terjadi kompetisi yang oleh Darwin dikenal sebagai “survival of the fittest” (meskipun sesungguhnya tidak benar demikian).

Sebab-Sebab Merosotnya Fungsi Lingkungan
Mengapa fungsi atau peranan lingkungan menjadi merosot? Sebab utamanya adalah karena sifat atau ciri yang melekat pada lingkungan alami itu sendiri telah menyebabkan manusia untuk mengeksploitasinya secara berlebihan sehingga menurunkan fungsi lingkungan tersebut.
a. Barang Publik
Sifat sebagai barang publik mem¬bawa konsekuensi terbengkelainya sumberdaya lingkung¬an, karena tidak akan ada atau sangat langka pihak swasta atau in¬dividu yang mau memelihara atau mengusahakan kelestariannya. Barang publik mempunyai ciri utama sebagai berikut: 1) a) tidak akan ada penolakan (exclusion) terhadap pihak atau orang yang tidak bersedia membayar dalam pengkonsumsian sumberdaya lingkungan tersebut. Semua orang tidak peduli bersedia membayar atau tidak tetap diperbolehkan mengkonsumsi barang tersebut. Jadi dalam hal ini berlaku "nonexclusion principle". Di samping itu ada ciri b) "non¬rivalry in consumption" bagi sumberdaya lingkungan; artinya wa¬laupun lingkungan itu telah dikonsumsi oleh seseorang atau seke¬lompok orang, volume atau jumlah yang tersedia bagi orang lain tidak akan berkurang. Contohnya sinar matahari walaupun telah dikonsumsi oleh seseorang, jumlah yang tersedia bagi orang lain tidak akan berkurang. Karena dua ciri tersebut menyebabkan orang sebagai individir tidak akan bersedia mengusahakan pemeliharaan¬nya karena tidak mungkin menarik bayaran untuk mendapatkan laba usaha. Karena pihak swasta tidak mau mengusaha¬kan, sedang lingkungan sangat penting bagi masyarakat banyak, maka pemerintah mau tidak mau harus mengambil bagian untuk memelihara lingkungan hidup dengan sebaik mungkin.

b. Pemilikan Bersama atau Milik Umum (Common Property)
Pemilikan bersama dapat diartikan sebagai bukan milik se¬orang pun atau juga milik setiap orang (common property is no one property and is every one property). Karena sistem pemilik¬an seperti itu akan membuat kecenderungan untuk timbulnya eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan secara berlebihan. Setiap orang akan merasa harus mengambil atau mengusahakan terlebih dahulu sebelum orang lain mengusahakannya; sehingga sebagai akibatnya akan ada eksploitasi besar-besaran dan berakibat pada punahnya sumberdaya alam dan lingkungan yang ada. Inilah yang disebut sebagai "law of the common".

c. Eksternalitas
Ciri yang lain dari lingkungan adalah adanya eksternalitas. Ekstemalitas muncul apabila seseorang melakukan suatu kegiatan dan menimbulkan dampak pada orang lain dapat dalam bentuk manfaat eksternal atau biaya eksternal yang semuanya tidak memerlukan kewajiban untuk menerima atau melakukan pembayar¬an. Dengan adanya manfaat eksternal yang seringkali tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan oleh seorang manajer ter¬tentu, telah menyebabkan barang atau jasa yang dihasilkan menjadi terlalu sedikit; atau bila terjadi biaya eksternal yang tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan seorang manajer menye¬babkan barang atau jasa yang dihasilkannya menjadi terlalu besar. Hal ini menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak efisien; lebih-lebih bila ekstemalitas dalam wujud biaya eksternal yang harus ditanggung oleh masyarakat. Agar terjadi efisiensi yang sebenarnya, maka biaya eksternal itu harus diinternalkan dalam biaya setiap perusahaan yang melakukan kegiatan yang menimbulkan dampak tersebut.

Dengan melihat pada berbagai ciri atau sifat lingkungan hidup dan konsekuensinya, maka agar supaya fungsi lingkungan dapat dipertahankan atau ditingkatkan, berbagai kebijakan harus diambil oleh pemerintah. Mengapa pemerintah? karena pihak swasta atau individu tidak mungkin mau mengusahakannya, sebab usaha ini tidak menimbulkan keuntungan baginya atau bagi mereka.

Kebijakan Pemerintah
Kebijakan yang perlu diambil dan sudah dilaksanakan oleh Peme¬rintah Indonesia dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam dan Iingkungan agar fungsi lingkungan dapat tetap lestari adalah:
  • Memperbaiki hak penguasaan atas sumberdaya alam dan Iingkungan (property right) dari "common property" menjadi "private property". Dengan adanya private property, barang publik dapat diubah sifatnya menjadi barang privat, sehingga cen¬derung dipelihara dengan lebih baik.
  • Memperbaiki manajemen sumberdaya alam dan lingkungan, sehing¬ga biaya ekstexnal dapat diinternalkan dengan cara mene¬rapkan "command and control system"; dan/atau dengan "economic incentive system" termasuk "polluter pays principle". Untuk itu perlu disiapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Ling¬kungan (RPL) untuk setiap proyek atau kegiatan yang berpotensi menurunkan fungsi lingkungan.
  • Menggunakan tekanan sosial untuk mengurangi pencemaran seperti dengan sistem "ecolabelling". Dalam hal ini pemerintah menggunakan kekuatan para konsumen untuk menekan produsen agar mau berproduksi dan bersahabat dengan lingkungan sejak dari awal pengambilan masukan (input) untuk produksi sampai konsumsi akhir (from gravel to grave).
  • Semua perusahaan atau industri dihimbau untuk melaksanakan audit Iingkungan. Untuk dapat mengindentifikasi resiko lingkungan sekaligus sebagai dasar pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan.










Thursday, September 20, 2007

AGAMA, SOFT APPROACH ETIKA LINGKUNGAN

Masalah lingkungan hidup, pencemaran dan pengurasan sumberdaya telah lama mengakibatkan hilangnya keseimbangan pada alam sehingga menjadi perbincangan hangat bagi para ilmuwan, budayawan seluruh dunia. Di sisi lain, masalah ini telah pula melahirkan kecemasan karena rusaknya lingkungan yang mengancam kehidupan seluruh manusia.

Ancaman ini menegaskan ucapan dari sebagian peneliti, “andaikata lingkungan ini memiliki pendengaran dan mulut untuk berbicara, niscaya akan terdengarlah teriakan histeris dari terbakarnya lapisan ozon di atas bumi ini yang diiringi rintihan air sepanjang sungai dan laut karena terisi oleh percikkan minyak dan sekaratnya udara oleh gas-gas mati dari industri , peluru-peluru dari seluruh belahan bumi”.

Definisi Lingkungan
Istilah lingkungan jarang sekali digunakan dalam kerangka etimologi dan terminologi. Lingkungan adalah sebuah lingkup dimana manusia hidup, ia tinggal di dalamnya baik bepergian ataupun menghasilkan diri. Sebagai tempat ia kembali dalam keadaan rela ataupun terpaksa. Lingkungan ini meliputi lingkungan yang dinamis (hidup) dan yang statis (mati). Lingkungan mati meliputi alam (luar angkasa, benda luaran bumi, langit, matahari, bulan, bintang dll) dan industri yang diciptakan manusia meliputi segala apa yang ada ataupun digali dari tanah, dari sungai, rumah yang dibangun dan hasil karya manusia. Lingkungan yang dinamis tadi meliputi wilayah hewan dan tumbuhan .

Bahwasanya di dalam surga, Adam dan Hawa berhak meminta apapun kemauan mereka untuk seluruh kebutuhan tanpa kerja keras untuk mendapatkannya sebagaimana keadaan bahwa surga diciptakan untuk mereka berdua. Namun ketika Adam dan Hawa dikeluarkan menuju bumi, dari surga oleh Allah SWT dan pengangkatan derajadnya sebagai wakil dan khalifah, mereka memiliki kewajiban untuk berusaha mencari rezekinya sendiri, bersusah payah untuk kelangsungan hidupnya.

Mereka dibebani tanggung jawab untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka sendiri. Maka Allah SWT telah menciptakan bumi dan seisinya untuk tempat tinggal mereka. Dalam Quran surat Al Hijr, 19-20 disebutkan “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup dan (Kami menciptakan pula) mahluk-mahluk yang kami sekali-kali bukan pemberi risky kepadanya”.

Sebagai manifestasi pemahaman ayat tadi, bahwa bumi ini dibuat subur oleh Allah SWT sehingga bisa ditanami. Ada bagian yang gersang, adapula bagian yang amat subur. Bagian yang gersang ketika hujan menajdi begitu subur.

Allah pula yang menciptakan semesta alam dimana ini pada dasarnya bukanlah suatu realitas tunggal melainkan relitas yang terdiri dari berbagai macam bentuk dan rupa serta terdiri dari berbagai unsur yang tak terhitung jumlahnya kemudian menyatu membentuk sesuatu yang disebut universe. Tetapi pembentukan material yang jumlahnya tak terhitung, dari jutaan unsur yang bersatu, berkesinambungan, kemajemukan luar biasa ini menunjukkan sutau bentuk harmonisasi, keteraturan dan keindahan tanpa ada satupun yang menyimpang dari hukum-hukum yang telah diciptakan.

Peran Manusia terhadap Lingkungan
Manusia adalah khalifah, mahluk tertinggi derajadnya diantara segala ciptaan Allah. Karena ktinggian derajadnya ini, Allah ingin menguji dengan memberikan kemampuan pada manusia melebihi malaikat maupun jin. Kemampuan dan keleluasaan dalam ilmu pengetahuan. Dalam Al Baqarah, 30 disebutkan “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Nereka berkata ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. ‘Tuhan berfirman ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.

Manusia adalah penggerak utama kehidupan di muka bumi atas pengelolaan alam ini. Ibarat dua sisi mata uang, manusia bisa menjadi mahluk yang mampu menjaga keseimbangan dan mendayagunakan alam. Namun lebih banyak manusia yang justru bergerak sendiri dengan kebebasannya menjadi mahluk yang tidak memperhatikan alam. Kerusakkan yang terjadi, pencemaran global, pengurasan sumberdaya. Pelecehan prinsip keseimbangan yang tanpa disadari ini membawa kita menuju dosa besar.

Konsep Lingkungan Religius
Islam mengajarkan pendekatan terhadap lingkungan secara menyeluruh melalui pengajaran system yang terarah, mulai dari hal yang kecil dan bermuara pada perbaikan tingkah lagu seluruh umatnya. Diajarkan dalam Islam, bagaimana menjaga kebersihan. Bahkan Thaharah (bersuci) menjadi tempat teratas dalam buku-buku syariat Islam. Bagaimana pelajaran seorang muslim dimulai dari sesuatu yang bersih dan akan berakhir pada hasil yang bersih juga.

Ada dialog antara ulama besar dengan seorang birokrat sekaligus praktisi lingkungan di mesjid Al Azhar beberapa tahun lampau. Alkisah dahulu, Emil Salim sang Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, datang menghadap ulama besar dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA), dan berharap pada ulama agar dapat memberikan bantuan dalam menyadarkan ummat Islam terhadap lingkungan.

Emil mengatakan, “Buya, apa yang bisa dilakukan ummat Islam dalam melestarikan lingkungan hidupnya,” Prof Hamka, dengan arif menjawab: tidak ada yang salah dengan ajaran Islam dalam soal lingkungan hidup. “Tetapi kesalahan terjadi pada bagaimana cara kita mengajarkan Islam kepada masyarakat.” Kata Hamka, umat Islam akan tersentuh jika segala hal praktis dapat langsung dirasakan mereka. Misalnya umat Islam harus shalat lima waktu. Maka diperlukan air wudhu yang mensucikan. Dari mana umat mendapatkan air bersih? Dari sungai yang mengalir dari air tanah yang sah yang memenuhi persyaratan untuk menghadap khaliqnya. Dengan demikian setiap umat Islam harus memelihara air serta sumber-sumbernya agar mereka bisa beribadah kepada Allah. Jadi wajib hukumnya umat memelihara sumber-sumber air tersebut.

Ini dapat menjadi inspirasi bagaimana Islam memandang keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya. Kebersihan yang dimulai dari diri pribadi, menuju Sang Esa. Jika kita berniat baik, berbuat baik dengan hasil yang akan baik pula.

Kembali Ke Agama, Solusi Masalah Lingkungan?
Ada otokritik dari cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid. Menurutnya, dewasa ini dunia Islam praktis merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara penganut agama-agama besar. Negeri-negeri Islam jauh tertinggal oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru yang Protestan, oleh Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katolik Romawi, oleh Eropa Timur yang Katolik Ortodoks, oleh Israel yang Yahudi, oleh India yang Hindu, oleh China, oleh Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura yang Budhis-Konfusianis, oleh Jepang yang Budhis-Taois, dan oleh Thailand yang Budhis. Praktis tidak satu pun agama besar di muka bumi ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya daripada Islam. Dengan perkataan lain, di antara semua penganut agama besar di muka bumi ini, para pemeluk Islam adalah yang paling rendah dan lemah dalam hal sains dan teknologi. Demikian ungkap Cak Nur (Kaki Langit Peradaban, 1997).

Pernyataan menyedihkan dari cendekiawan Muslim kita itu menjadi ironis tatakala dalam literatur sejarah Islam pernah tertoreh nama emas seperti al-Khawarizmi Bapak Aljabar, Ibn Haitsam Bapak Optik, al-Biruni jenius tokoh besar eksperimental, Umar Khayyam penyair yang merintis geometri analitik, al-Thusi sebagai teolog, matematikawan, astronom dan banyak lagi ilmuwan muslim lainnya semisal –yang umum kita kenal seperti al-Kindi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.

Zaman keemasan memang telah lewat. Sentral pengetahuan beralih dari Timur Tengah menuju Western. Pengetahuan kosmologis teologis beralih mejadi materialistic dan berfokus pada eksploitasi alam untuk kebutuhan manusia. Alam hanya dianggap sebagai pelacur yang memenuhi hasrat keinginan manusia saja.

Praktis, akibat dari penyimpangan pemikiran ini, banyak kerusakkan lingkungan yang melanda bumi. Dan saat lingkungan telah mulai rusak, dan menunjukkan kemarahannya, para praktisi dan pengambil kebijakan berkumpul. Kepala pemerintahan telah mengambil peran penting dengan pertemuan puncak “Pertemuan Bumi” di Rio De Janeiro yang menghasilkan deklarasi bumi tahun 1992. Setelah pertemuan usai, segala bentuk traktat dan perjanjian antara bangsa telah diikat dengan konvensi. Konvensi Bassel tentang lalu lintas dan sangsi limbah B3, Konvensi CITES berkaitan dengan perdagangan spesies fauna dan flora, konvensi keanekaragaman hayati, Konvensi PBB untuk penanggulangan perubahan iklim (UNFCCC) yang kemudian menghasilkan Protokol Kyoto yang berniat memaksa agar seluruh bangsa-bangsa dapat menurunkan tingkat emisi yang menyebabkan rumah kaca yang menjadi “biang keladi” perubahan iklim dan pemanasan global.

Tiga belas tahun telah berlalu, konvensi tersebut dan juga munculnya banyak undang-undang penegakkan lingkungan, sanksi keras, berbagai Protokol dan Keputusan Menteri, ternyata tidak mampu mengurangi dampak eksploitasi dan kerusakkan alam. Justru nilaninya sejak saat itu meningkat drastic, seakan-akan tidak ada nilai yang bisa memagari keinginan manusia ini.

Maka, inisiatif agama diperlukan untuk mengurangi kerusakan tersebut dengan cara yang lembut (soft), yaitu pendekatan religious. Alas an ini memang masuk akal. Dari 85% penduduk Muslim di Indonesia, jika saja mereka mendapat keteladanan untuk mengoptimalkan peran agama, niscara pendekatan ini jauh lebih efektif daripada penggunaan undang-undang ataupun konvensi yang akhirnya banyak dilanggar oleh masyarakat sendiri. Karena masyarakat kita banyak yang lebih mengutamakan syariat dibanding hukum manusia.

Alam telah rusak, kemana agama?
Setelah dirasakan tidak ada perubahan. Barulah timbul kesadaran baru yang mengkaitkan prinsip agama yang diharapkan berperan dalam menanggulangi krisis ekologi. “Sains dan teknologi memang diperlukan, tetapi itu saja tidak cukup. Kita memerlukan agama untuk terlibat dalam keluar dari krisis lingkungan, “ ujar Mary Evlyn Tucker guru besar agama dari Bucknel University.

Prof. Mary Evlyn Tucker besama John Grim, menjadi salah satu pelopor untuk forum agama dan lingkungan dan membawa diskursus ini dalam berbagai kegiatan dari tingkat internasional hingga lokal untuk menghimbau supaya agama-agama terlibat dalam menyelamatkan bumi. Bulan Agustus lalu, Evlyn diundang bersama dengan Dr. Ibrahim Ozdemir, dari University of Ankara, Turki untuk memberikan diskusi dengan tema: Religion and Ecology, yang diselenggarakan oleh Center for Religious & Cross - cultural Studies (CRCS) Pasca Sarjana UGM Yogyakarta. “Apabila melihat gejala yang dilakukan manusia terhadap alam, maka kita tiba pada fase kepunahan keenam, yaitu manusia berperan dalam ikut menghancurkan dan mengubur peradabannya di planet bumi dengan kekuasaan dan arogansi yang mereka lakukan. Umat manusia dan peradabannya, merupakan suatu yang terancam punah pula,” kata Mary Evelyn Tucker. Agama, menurut Evlyn, mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan lingkungan dengan lima R: (1) Reference atau keyakinan yang dapat diperoleh dari teks (kitab-kitab suci) dan kepercayaan yang mereka miliki masing-masing; (2) Respect, penghargaan kepada semua makhluk hidup yang diajarkan oleh agama sebagai makhluk Tuhan; (3) Restrain, kemampuan untuk mengelola dan mengontrol sesuatu supaya penggunaanya tidak mubazir; (4) Redistribution, kemampuan untuk menyebarkan kekayaan; kegembiraan dan kebersamaan melalui langkah dermawan; misalnya zakat, infaq dalam Islam; (5) Responsibility, sikap bertanggunjawab dalam merawat kondisi lingkungan dan alam.

Wednesday, September 19, 2007

Pergerakan Deep Ecology

Deep Ecological merupakan suatu pandangan utuh dan pandangan dunia yang melibatkan intuisi paling mendasar mengenai hubungan kita dengan alam non-manusia dan juga nilai-nilai dasar masnusia yang tidak hanya melibatkan carakita berindak dalam kehidupan sehari-hari. Pendiri awal dari ekosentrisme dan environmentalisme adalah para perintis gerakan deep ecological moderen yaitu Henry David Thoreau dan Jhon Munir yang keduanya adalah manusia yang sangat religius yang mempunyai pandangan ekologis yang sangat berhubungan dengan identifikasi sang pencipta alam semesta yang sakral.


SEJARAH EKOSENTRISME
Kesadaran ekologi kontemporer mulai muncul di amerika Serikat setelah Perang Dunia kedua . Sebagai dasar pemikirannya adalah sebuah buku karangan Aldo Leopold berjudul “Etika Tanah” dan buku karangan Rachel Garson yang berjudul “Silent Spring” yang dijadikan sebagai landasan suatu gerakan filosofis-sosial-politis. Upaya Carson menandai dimulainya Environmentallisme ekosentrik adalah dengan suatu gerakan aktivitas lingkungan radikal yang membangkitkan serangan-serangan balik yang besar dari industri kimia dan Departemen Pertanian Amerika Serikat dengan memicu suatu gerakan Deep Ecological secara internasional yang mempunyai jangkauan luas.

Arne Naess menyatakan bahwa perlindungan alam klasik tidak hanya mencakup perlawanan terhadap pusat-pusat kekuasaan yang mendorong pembangunan tanpa pemikiran sustainable development. Perlawanan lingkungandari tahun 1963 – 1968 di California mengilhami seluruh dunia untuk melakukan suatu pertemuan tingkat dunia (Konferensi PBB, Stockholm tahun 1972) yang membuka mata dunia tentang suatu pengakuan pertama tentang perlindungan lingkungan hidup terhadap konflik-konflik lingkungan yang bersifat sosial dan politik. Setelah organisasi-organisasi lingkungan kembali cenderung takut, birokratik, dan selalu merasa puas dengan segala kemampanan kekuasaan . Dan akhirnya pada tahun tujuhpuluhan sampai delapan puluhan kembali kembali perlawanan lingkungan secara radilkal dilakukan oleh kelompok-kelompok organisasasi lingkungan hidup radikal yaitu Greenpeace dan Earth First.

PLATFORM DEEP ECOLOGICAL
Platform Deep Ecological tahun 1984 memberi kekhasan pada Deep Ecological sebagai gerakan politis-sosial-ekofilosofis internasional kontemporer. Platform itu secara esensial merupakan suatu pernyataan ekosentrisme normative dan filosofis bersama dengan suatu seruan bagi aktivis lingkungan.
Pernyataan flatform Deep Ecological yang dimaksud adalah sbb;
1. Kesejahteraan dan perkembangan kehidupan manusia dan non-manuisa diatas bumi mempunyai nilai dalam diri mereka sendiri, atau dengan kata lain mempunyai nilai intrinsik (inheren). Nilai-nilai ini terlepas dari kegunaan dunia non-manusia bagi tujuan-tujuan manusia.
2. Kekayaan dan keragaman bentuk-bentuk kehidupan memberikan kesadaran akan nilai-nilai ini dan juga merupakan nilai-nilai dalam kehidupan mereka sendiri.
3. Manusia tidak mempunyau hak untuk mereduksi kekayaan dan keragaman itu kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok.
4. Perkembangan hidup dan kebudayaan manusia sesuai dengan pengurangan subtansial dari populasi manusia. Perkembangan kehidupan non-manusia menuntuk pengurangan seperti itu.
5. Campur tangan manusia sekarang terhadap dunia non-manusia bersifat berlebihan dan situasinya menjadi memburuk dengan cepat.
6. Kebijakan-kebijakan harus diubah. Kebijakan-kebijakan ini mempengaruhi tata susunan ekonomi, teknologi dan idiologi dasar.
7. Perubahan idiologis terutama adalah perubahan mengenai penghargaan terhadap kualitas hidup yang berada didalam situasi-situasi yang inheren dari pada mempertahankan standar hidup (materilistis) yang semakin tinggi.
8. Mereka mendukung butir-butir diatas mempunyai kewajiban langsung atau tidak langsung mencoba melaksanakan perubahan-perubahan yang perlu.

Deep Ecological sering kali dikritik sebagai gerakan social karena tidak cukup peduli dengan dengan masalah-masalah kaedilan social. Hal ini sebagian besar merupakan masalah tekanan dan prioritas dan pemilihan masalah-masalah ekologis dari pada yang lain. Naess menunjukkan gerakan hijauninternasional terdiri dari tiga gerakan yaitu Gerakan Perdamaian, Gerakan Keadilan social dan Gerakan Ekologis bersama dengan tujuan ekologi luas yang berkelanjutan.

Tuesday, September 18, 2007

Mencari Tuhan dengan Fisika




Jika membicarakan esensi Tuhan, mungkin pendekatan paling tepat dalam fisika adalah dunia kosmologi. Tuhan-lah yang memulai alam semesta ini dengan Big Bang (bagi yang percaya). Teori Alam Semesta yang dimulai dari dentuman besar adalah salah satu teori penting dalam kosmology. Ilmu fisika kita, belum sanggup menjelaskan secara kaffah dan harfiah apa yang terjadi pada menit-menit pertama akibat ledakan besar yang terkenal itu (the first 3 minutes). Kelanjutan dari Teori Dentuman Besar adalah kehancuran total (Big-crunch). Yang diramalkan akan terjadi sebagai imbas dari akhir dari yang awal.

Namun, Teori Dentuman Besar dan Kehancuran Besar bukanlah satu-satunya teori penciptaan Alam Semesta. Teori Relativitas Umum Einstein, yang merupakan dasar ilmu kosmologi modern, juga memiliki pandangan lain tentang Alam Semesta. Solusi lain ini mengatakan bahwa alam semesta hadir tanpa dentuman besar dan terus berposes tanpa pernah ada akhir. Walaupun Teori Dentuman Besar sebagai awal alam semesta adalah teori yang paling banyak dianut oleh sebagian besar para kosmologis sekarang, tapi secara ilmiah belum ada satupun yang berhasil memberikan jaminan tentang hal ini.

Kemudian bagaimana memandang kosmologis dan teori Kuantum menurut persepsi pribadi? Itu bukanlah suatu masalah, karena sebagai mahluk ciptaan Dzat yang Maha tinggi, ada perna manusia dalam penciptaan. Dalam Al Quran Adz Dzariat: 56, disebutkan bahwa “Tidaklah kuciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.

Dasar ini menuntut kesadaran ekstra tinggi mengingat perilaku dan pengaruh global berbagai faham yang menjerumuskan pemikiran nurani dan mengabrasi keimanan. Rasakan bahwa ada kesadaran atas dan kesadaran bawah dalam diri manusia. Kesadaran atas adalah pikiran, pencapaian logika yang menjawab misteri fenomena alam ini (melalui rasionalisme saintik dan fenomena alam). Sementara kesadaran bawah adalah hati dan iman, pencapaian kekaguman pada Sang Pencipta.

Siapa yang Menciptakan Alam Semesta dari Ketiadaan?
Kemenangan Dentuman Besar, memicu dogma materialis, untuk membuang dogma agama ke tumpukan sampah sejarah. Namun bagi materialis lain, muncul dua pertanyaan yang tidak mengenakkan: Apa yang sudah ada sebelum Dentuman Besar? Dan kekuatan superbesar (mega force) apa yang telah menyebabkan Dentuman Besar sehingga memunculkan alam semesta dari yang tiada menjadi ada?

Beberapa biarawan materialis seperti Arthur Eddington menyadari bahwa jawaban untuk pertanyaan ini akan mengarah pada keberadaan sang pencipta. Filsuf ateis, Anthony Flew, mengomentari masalah ini: bahwa teori itu (alam semesta tanpa batas) masih benar, tentu saja tidak mudah atau nyaman untuk mempertahankan posisi ini di hadapan kisah Dentuman Besar.

Banyak ilmuwan yang tidak mau memaksakan diri menjadi ateis menerima dan mendukung keberadaan pencipta yang mempunyai kekuatan tak terbatas. Misalnya, ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross, menyatakan Pencipta jagat raya, yang berada di atas segala dimensi fisik, sebagai: Pencipta itu transenden, bekerja di luar batasan-batasan dimensi alam semesta. Ini berarti bahwa Tuhan bukan alam semesta itu sendiri, dan Tuhan juga tidak berada di dalam alam semesta.

Dentuman Besar sebagai Bukti Kehadiran Tuhan
Sangat jelas bahwa Dentuman Besar berarti penciptaan alam semesta dari ketiadaan dan ini pasti bukti keberadaan pencipta yang berkehendak. Meskipun banyak orientasli dan ahli kosmologis mencoba membantah fakta tersebut melalui berbagai dalil yang mereka bangun, penjelasan alternatif untuk membantah kenyataan ini.

Ada pula sejumlah model yang telah dikemukakan oleh materialis yang menerima teori Dentuman Besar tetapi tetap berusaha melepaskan diri dari kaitan dogma keagamaan dan penciptaan. Salah satunya adalah model alam semesta itu "berosilasi"; dan yang lainnya adalah "model alam semesta kuantum".

Model alam semesta berosilasi dikemukakan ahli astronomi yang tidak menyukai gagasan bahwa Dentuman Besar adalah permulaan semesta. Dinyatakan bahwa pengembangan alam semesta sekarang ini akhirnya akan membalik suatu waktu dan mulai mengerut. Pengerutan ini akan menyebabkan segala sesuatu runtuh ke dalam satu titik tunggal yang kemudian akan meledak lagi, memulai pengembangan baru. Proses ini, kata mereka, berulang dalam waktu tak terbatas.
Model inilah yang menyatakan akan ada perulangan tanpa batas suatu penciptaan dan akhir dari suatu siklus yang berkesinambungan, sehingga peran Pencipta menjadi transenden dan tidak hadir dalam perwujudan alam semesta.

Skenario tersebut tidak didukung oleh hasil-hasil riset ilmiah selama 20 tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa alam semesta yang berosilasi seperti itu tidak mungkin terjadi. Lebih mendalam lagi, bahwa hukum fisika tidak bisa menerangkan mengapa alam semesta yang mengerut harus meledak lagi setelah runtuh ke dalam satu titik tunggal (black hole). Melainkan alam semesta harus tetap seperti apa adanya. Hukum-hukum fisika juga tidak bisa menerangkan apakah tujuan dari pengerutan dan pengembangan (peledakan) kembali sebagai siklus yangmerujuk pada harmoni semesta.

Sebuah versi terbaru yang dipublikasikan lebih luas dari model alam semesta kuantum diajukan oleh ahli fisika, Stephen Hawking. Dalam bukunya, A Brief History of Time, Hawking menyatakan bahwa Dentuman Besar tidak harus berarti keberadaan dari ketiadaan. Alih-alih "tiada waktu" sebelum Dentuman Besar, Hawking mengajukan konsep "waktu imajiner". Menurut Hawking, hanya ada selang waktu imajiner 1043 detik sebelum Dentuman Besar terjadi dan waktu "nyata" terbentuk setelah itu. Harapan Hawking hanyalah untuk mengabaikan kenyataan "ketiadaan waktu" (timelessness) sebelum Dentuman Besar dengan gagasan waktu "imajiner" ini.

Ia mencoba mengajukan penjelasan berbeda untuk Ledakan Besar selain Penciptaan dengan mengandalkan kontradiksi. Sebagai sebuah konsep, "waktu imajiner" sama saja dengan nol atau seperti "tidak ada" jumlah imajiner orang dalam ruangan atau jumlah imajiner mobil di jalan. Jelas, Hawking hanya bermain dengan kata-kata. Dia menyatakan bahwa persamaan itu benar kalau mereka dihubungkan dengan waktu imajiner, namun kenyataannya ini tidak ada artinya.
Kemungkinan ini ditentang keras oleh ahli matematika, Sir Herbert Dingle, yang menganggap Hawking kemungkinan memalsukan hal-hal imajiner sebagai hal nyata dalam matematika Singkatnya, solusi imajiner atau teoretis matematika tidak perlu mengandung konsekuensi benar atau nyata.

Hawking menghasilkan hipotesis yang tidak berkaitan dengan kenyataan. Namun apa alasan yang mendorongnya melakukan ini? Hawking mengakui bahwa dia lebih menyukai model alam semesta selain dari Dentuman Besar karena yang terakhir ini "mengisyaratkan penciptaan Ilahiah", dan model seperti itu dirancang untuk ditentang.

Semua ini menunjukkan bahwa model alternatif dari Dentuman Besar, seperti keadaan-stabil, model alam semesta berosilasi, dan model alam semesta kuantum, timbul dari prasangka filosofis materialis. Penemuan ilmiah telah menunjukkan realitas Dentuman Besar dan bahwa teori ini menunjukkan kehadiran Sang Pencipta nan Agung dari suatu "keberadaan" Allah SWT.

TANDA-TANDA AL QURAN


Satu hal yang saya kagumi dari tauhid yang saya pegang adalah, bahwa dalam Al Quran ternyata mampu menjelaskan banyak fenomena penciptaan, kosmologis dan saintisme dan dapat dinalarkan dengan pemikiran logis. Untuk saya, teori-teori yang dilemparkan oleh kaum materialis justru membantu saya untuk berlari menuju kesempurnaan penciptaan oleh Sang Khalik. Kembali berperannya dogma agama nan cemerlang.

Kebenaran yang dipertahankan oleh sumber-sumber agama adalah realitas penciptaan dari ketiadaan. Ini telah dinyatakan dalam kitab-kitab suci yang telah berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi manusia selama ribuan tahun. Dalam semua kitab suci seperti Perjanjian Lama (Taurat), Perjanjian Baru (Injil), Zabur (Mazmur) dan Al Quran, dinyatakan bahwa alam semesta dan segala isinya diciptakan dari ketiadaan oleh Allah.

Dalam satu-satunya kitab yang diturunkan Allah yang telah bertahan sepenuhnya utuh, Al Quran, ada pernyataan tentang penciptaan alam semesta dari ketiadaan, di samping bagaimana kemunculannya sesuai dengan ilmu pengetahuan abad ke-21, meskipun diungkapkan 15 abad yang lalu.

Pertama, penciptaan alam semesta dari ketiadaan diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut: Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu. (QS. Al An'aam, 6: 101).

Aspek penting lain yang diungkapkan dalam Al Quran lima belas abad sebelum penemuan modern Dentuman Besar dan temuan-temuan yang berkaitan dengannya adalah bahwa ketika diciptakan, alam semesta menempati volume yang sangat kecil: Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. Al Anbiyaa', 21: 30).

Terjemahan ayat di atas mengandung pemilihan kata super penting dalam bahasa Arab. Kata ratk diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" yang berarti "bercampur, bersatu" dalam kamus bahasa Arab. Kata itu digunakan untuk merujuk dua zat berbeda yang menjadi satu. Frasa Kami pisahkan diterjemahkan dari kata kerja bahasa Arab, fatk yang mengandung makna bahwa sesuatu terjadi dengan memisahkan atau menghancurkan struktur ratk. Tumbuhnya biji dari tanah adalah salah satu tindakan yang menggunakan kata kerja ini. Kemudian mereka dipisahkan (fatk) dengan satu muncul dari yang lainnya.

Kebenaran lain yang terungkap dalam Al Quran adalah pengembangan jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang pergeseran merah dalam spektrum cahaya bintang diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut: Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesung-guhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS. Adz-Dzaariyat, 51: 47).

Singkatnya, temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebenaran yang dinyatakan dalam Al Quran dan bukan dogma materialis. Materialis boleh saja menyatakan bahwa semua itu "kebetulan", namun fakta yang jelas adalah bahwa alam semesta terjadi sebagai hasil penciptaan dari pihak Allah dan satu-satunya pengetahuan yang benar tentang asal mula alam semesta ditemukan dalam firman Allah yang diturunkan kepada kita.


WAFATNYA MATERIALISTIK DAN TEORI KUANTUM SEMESTA


Kerapuhan Materialistik dalam Memandang Kosmologis
GALILEO Galilei adalah nama yang tegak menjulang dalam sejarah ilmu pengetahuan. Albert Einstein menyebutnya sebagai Bapak Fisika Modern sebagaimana yang kita kenal sekarang. Padahal 400 tahun yang lalu Galileo Galilei adalah nama yang miring, mata sejumlah pejabat tinggi pada Dinas Suci Inkuisisi Gereja Katolik. Otoritas tertinggi Gereja Katolik bahkan ingin, menghapuskan dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan manusia hanya karena menyuarakan sebuah pandangan yang waktu itu dianggap sebagai sebuah kekafiran besar yang akan merusak akidah umat: pandangan bahwa Bumi bukanlah pusat alam semesta dan bahwa Bumi berputar mengelilingi Matahari, dan bukan sebaliknya.

Pandangan kosmologis yang dikenal sebagai sistem heliosentris itu sudah diajukan oleh Aristarchus (310-230 SM) yang hilang kaena peran besar Aristoteles dan Ptolomeus dalam buku terkenalnya, Almagest. Heliosentrisme muncul kembali di Eropa Renaisans lewat pemikiran biarawan Nikolaus Kopernikus (1473-1543) yang ia sajikan dalam kitab untuk Paus Paulus III, De Revolutionibus Orbium Coelestium ("On the Revolutions of the Celestial Orbs"), pada tahun terakhir kehidupannya. Pandangan ini dikukuhkan oleh Johannes Kepler (1571-1630) yang mengajukan sejumlah Hukum Gerak dan Orbit benda-benda langit. Galileo mencoba menandaskan kebenaran sistem heliosentris menggunakan teorinya sendiri yang ia anggap lebih kokoh.

Surat bertanggal 4 April 1597, Galileo mengaku ia sudah tahu betapa Bumi bergerak mengitari Matahari dan bahwa sistem Kopernikan "lebih mendekati kenyataan daripada pandangan lain yang dikemukakan Aristoteles dan Ptolomeus." Teori Heliosentris Kopernikus memberi penjelasan sederhana nan anggun atas gerak planet yang membingungkan kaum cendekia. Sambil menata ulang susunan planet-planet yang sudah dikenal saat itu, sistem heliosentris menawarkan diri sebagai sistem yang lebih masuk akal dibandingkan dengan sistem tradisional geosentris. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang membuat Kopernikus dan para pendukung teori Heliosentris, seperti Galileo, menangguhkan opini mereka.

Selain menggugat pandangan religius klasik atas posisi manusia di alam semesta yang menganggap bahwa Bumi adalah pusat jagat raya, dan Vatikan adalah pusat dunia, sistem heliosentris tampak absurd dilihat dari sudut pandang pengetahuan fisika yang dominan waktu itu. Sistem ini juga menentang pengalaman indrawi manusia yang dengan mata telanjang melihat Matahari mengedari Bumi dengan terbit di timur dan surut di barat.

Zaman mulai berubah arah ketika sistem heliosentris mulai menunjukkan kekuatannya ketika Gereja Katolik dirongrong gelombang Reformasi Protestan yang menggugat hak-hak istimewa Gereja yang sangat besar. Selain dilanda perlawanan kaum Protestan selama 30 tahun, Eropa juga dilanda Wabah Hitam, bermula sebagai sampar yang meletup di Daratan Cina, wabah ini menyebar lewat tikus-tikus yang terbawa kapal-kapal dagang sampai ke Eropa dan menumpas sepertiga penduduk Eropa hanya dalam waktu 25 tahun.

Sejak ratusan tahun, orang kuat dalam struktur Gereja Katolik yakin karena tanggung jawab besar dalam melindungi membimbing umat, mereka harus punya kekuasaan dan hak sangat istimewa yang selalu harus dipertahankan, apa pun akibatnya. Kekuasaan mereka yang luar biasa luas bukan saja upaya mewujudkan Kerajaan Tuhan di Bumi, juga diperlukan dalam menyelamatkan iman manusia dari pengetahuan yang tak selaras dengan alkitab.

Pandangan yang meyakini bahwa Bumi hanyalah seonggok batu yang menerus berputar dalam ruang hampa, mengitari sebuah bintang mungil, adalah pandangan yang membuat hidup akan terasa ciut. Alkitab akan tampak kacau dan kepastian yang selama ini menopang kehidupan umat akan luluh lantak dan tercerai-berai. Pandangan ini diyakini akan merongrong kekuasaan Gereja Katolik dan keyakinan umatnya, tertama kaum yang sederhana, dianggap juga sebagai pembawa bencana seperti wabah sampar tersebut.

Ternyata ada dukungan besar dari salah satu biarawan Giordano Bruno atas teori Galileo tiga tahun setelah suratnya. Bruno, meyakini bahwa Bumi bergerak mengitari Matahari, bukan sebagai pusat semesta, dan banyak planet seperti Bumi yang bertebaran di alam semesta seperti tertulis lewat Cena de le Ceneri ("The Ash Wednesday Supper") dan De l’Infinito, Universo e Mondi ("On the Infinite Universe and Worlds" 1584). Namun Bruno diinkuisisi di atas api unggun karena kekerasannya menentang titah Gereja Katolik Roma.

Yang jelas Rabu 22 Juni 1633, Galileo dijatuhkan vonis tanpa boleh melakukan pembelaan oleh Gereja Katolik. Ia dihukum sebagai penjahat dan dipaksa mengakui pikiran salah dan lemah, Keputusan Dinas Suci yang dibacakan dengan hikmat dan khusyuk itu, yang dihadirkan Dava Sobel di buku Galileo’s Daughter .

Penghinaan dan penistaan resmi terhadap Galileo itu dipaksakan untuk dikeluarkan hingga segenap dunia. Dikumandangkan dari Roma atas perintah Paus, seantero Italia, sampai ke Perancis, Flander, dan Swiss sebagai pelajaran bagi ilmuwan lain untuk mematuhi Gereja tanpa mengkompromikan isi Kitab Suci.

Disini terlihat jelas kemunafikan dan kasakralan agama yangn tidak dapat ditentang karena filsafat materialistic yang diagung-agungkan tidak mampu menjelaskan pengetahuan secara mendasar. Tetapi usaha menutup-nutupi dengan melakukan penistaan stigmatis terhadap bukti ilmiah, menjadi satu senjata andalan untuk tetap mengagungkan dogma agama yang pragmatis.

Sains Moderen sebagai Agen Perubahan


Kemajuan atas ilmu pengetahuan fisika terutama tentang perbintangan (asntronomi dan dunia kosmik) membawa banyak angina perubahan di dalam pemikiran mendasar filosofis. Dasar-dasar penciptaan telah kembali dipelajari setelah sebelumnya, kaum materialistic, emipirk dan positivisme logis beursaha menafikkan bahwa dunia ini dinamis dan bukan hanya seonggok batu atau materi tanpa arti sehingga bisa digunakan oleh manusia dengan semaunya.

Sebagai seorang peneliti sekaligus juga orang yang memahami peran agam dalam kehdupandan penciptaan, saya berusaha memandang dari sisi religiusme dengan tetap mengedepankan prinsip pengetahuan ilmiah. Berbagai bukti ilmu pengetahuan yang menguatkan tentang penciptaan kosmologis harus mampu disandingkan dengan pemikiran masuk akal sekaligus juga penalaran secara imani.

Sejak kecil, saya tertarik sekali dengan dunia astronomi terutama karena di dunia ini saya bisa melihat dan mengagumi keesaan dan penciptaan alam semesta dari tangan Allah. Dari sini sayajuga bisa berpikir bahwa ternyata kita sebagai manusia hanyalah mahluk kecil yang tidak berguna dan bumi tempat kita berpijak ini hanyalah titik kecil diantara luasnya “hutan bintang” di alam semesta.

Jika hanyalah setitik noktah di angkasa, kenapa kita mesti merasa sombong dan mengaggap diri kita lebih tinggi dari orang lain. Kita mungkin belum menyadari bahwa mungkin di luar galaksi kita ini, terdapat bentuk kehidupan lain –entah lebih sederhana atau lebih tinggi- yang membuat kita yakin bahwa kita tidaklah sendiri.

Sebagai contoh, Bumi kita ini terletak pada jarak 150 juta km dari matahari atau 1 satuan astronomi (SA). Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik artinya cahaya yang diterima bumi ini adalah cahaya yang dilepaskan matahari 500 detik lalu. Bagaimana dengan alpha centaury yang berjarak 4.3 tahun cahaya dari bumi? Atau galaksi lain yang jaraknya jutaan tahun cahaya? Apakah kita masih merasa diri kita lebih hebat?

Energi Kosmologis
Para astronom yang memanfaatkan Teleskop Antariksa Hubble mengkonfirmasi bahwa energi gelap –gaya tolak misterius yang menyebabkan percepatan pengembangan alam semesta– juga telah ada pada masa awal terbentuknya kosmos. Penemuan ini menambah bukti-bukti keberadaan energi gelap hingga 9 miliar tahun lalu, suatu waktu dimana kebanyakan galaksi telah membentuk dan alam semesta masih berada pada tahap pembentukan formasi bintang.

Para astronom telah lama mengetahui bahwa galaksi bergerak saling menjauh satu sama lain. Namun demikian, dalam satu dekade terakhir, mereka dikejutkan oleh penemuan bahwa tingkat pengembangan alam semesta telah mengalami percepatan, bukannya melambat akibat tarikan gravitasional sebagaimana yang seharusnya terjadi.

Sesuatu seperti apa di alam semesta yang bisa menyebabkan galaksi mengalami percepatan saat menjauh satu sama lain? Apabila alam semesta berlaku seperti permainan tarik tambang, dengan gravitasi pada salah satu ujung talinya, apa yang menariknya di ujung yang lain? Para astronom menyebut energi misterius itu sebagai energi gelap (dark energy). Dalam kebanyakan kalkulasi, energi gelap menyusun sekitar 70% dari massa-energi di alam semesta.

Teori energi gelap baru belakangan ini menjadi “anak emas” dari kosmologi, walaupun Einstein telah meramalkan keberadaannya hampir 100 tahun lalu dalam teori relativitas umum.

Meki hasil terakhir belum mengijinkan para ilmuwan untuk melahirkan teori kosmologis yang spesifik, data terbaru ini konsisten dengan teori Einstein mengenai konstanta kosmologis, suatu besaran dari kerapatan energi di kosmos. Nilai dari konstata kosmologis dalam persamaan Einstein menentukan apakah alam semesta punya cukup massa agar gravitasi dapat menarik dan menyatukan semuanya, terus mengembang selamanya, atau pengembangan alam semesta suatu saat akan berhenti.

Dalam fisika moderen terutama fisika kuantum dan astronomi, dikenal teori super (Theory of Everything), yaitu teori yang mengatakan bahwa dunia ini dikontrol oleh empat gaya fundamental, yaitu garvitasi, elektromagnetik, gaya lemah dan gaya kuat yang banyak dijabarkan dalam fisika kuantum atau fisika atom. Teori Kuantum sendiri kata banyak ilmuwan bisa menjelaskan dengan baik dunia makro tanpa memberi kesempatan orang untuk mengerti kenapa.

Adalah Einstein yang pertama kali berpikir bahwa empat gaya fundamental ini semestinya bisa dijelaskan dalam sebuah teori umum. Saya sependapat dengan Einstein yang benar-benar yakin Tuhan itu tidak bermain dalam penciptaan Alam Semesta - ada ucapannya yang terkenal yang kira-kira berbunyi “saya ingin tau pikiran Tuhan sewaktu membuat alam semesta ini”.

Einstein menghabiskan sisa hidupnya tiga tahun setelah Teori Relativitas Umumnya (1915) membangun teori ini (yang kemudian disebut Teori Segalanya). Usaha pertama yang dia lakukan adalah menyatukan gaya gravitasi dengan gaya elektromagnetik. Dua gaya ini memang memiliki keindentikan model matematika, yaitu besarnya sama-sama tergantung (1/r2).
Sayangnya teori itu gagal. Belakangan orang sadar bahwa Teori Segalanya dapat dilakukan dengan menyelesaikan Teori Kuantum untuk gaya elektromagnetik, lemah, dan gaya kuat. Gabungan tiga gaya ini disebut Teori Unifikasi Agung. Setelah itu barulah digabung dengan si cantik Teori Gravitasi untuk menjadikannya Teori Segalanya.

Kemudian, Abussalam dan kawan-kawan berhasil menggabungkan electromagnetic dan weak force menjadi satu, kemudian disebut sebagai Unification Electroweak Theory (Abussalam kemudian mendapat nobel thn 1979). Langkah selanjutnya adalah menggabungkannya dengan Strong Force Theory.

Lalu kemudian banyak yang mempertanyakan peran Tuhan dalam penciptaan langit dan bumi. Apakah ada peran Tuhan dalam keteraturan alam semesta ini? Bahwa dari fakta tertulis adalah tidak ada Tuhan dalam semua pemodelan (persamaan) dan pendekatan ilmiah untuk menjelaskan sebuah fenomena tapi, bagi orang beragama fakta itu dijadikan sebagai bukti nyata kehadiran Sang Khalik, karena semua permodelan dan pendekatan ilmiah untuk sebuah fenomena tak lain dan tak bukan adalah sunnatullah (ayat-ayat Allah).

Monday, September 17, 2007

Pengelolaan Lingkungan Hidup di Pertambangan

Badai moneter yang menghantam di pertengahan 1997 memaksa ambruknya system ekonomi Indonesia yang terpusat pada orientasi pasar. Kegagalan pasar yang mengangkat derajat kemiskinan -ditandai tingginya pengangguran akibat PHK- dan menurunkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Tercatat bahwa saat itu, tingkat kemiskinan mencapai 85%. Harapan untuk keluar dari terpaan krisis ini memerlukan strategi dan regulasi pemerintah yang menyangkut perencanaan holistik multi sektor.

Meksipun krisis moneter yang berkepanjangan ini, namun industri pertambangan adalah salah satu dari sedikit industri yag mampu survive dan tetap dapat menyumbangkan pemasukan GDP. Dan dengan lebih dari setengah juta jiwa yang bekerja secara formal pada industri ini, termasuk dua juta jiwa yang yang bekerja scara tak langsung, mining corporate industry menyokong keberadaan perusahaan kontraktor dan konsultan..

Salah satu multiplier effect dari hadirnya industri pertambangan yang hampir selalu berawal dari daerah terpencil adalah perannya sebagai penggerak mula (prime mover) pembangunan daerah. Sebutkanlah Sawahlunto yang hidup dari industri batubara, Pomalaa di Sulawesi Tenggara, Cikotok, Balikpapan dan Kutai di Kalimantan Timur dan bahkan Jayapura di Papua. Industri pertambanganlah yang menjadi punggung perekonomian daerah saat itu.

KONDISI PERTAMBANGAN SAAT INI
Investasi Beberapa tahun belakangan, industri pertambangan nyata-nyata menghadapi uncertainty investment climate, mulai dari goncangan anti pertambangan yang makin besar, munculnya UU No. 41/1999 yang sangat sektoral hingga gelombang Trans National Corporate dengan kepentingan isu yang berbeda-beda.

Ada image bahwa pertambangan adalah trouble maker environment and deforestation atau tambang si perusak lingkungan sehingga lebih bak moratorium dan tutup saja semua perusahaan ekstraktif tersebut.

Tidak ada yang salah mutlak dalam pelemparan argument tersebut. Tidak perlu ditolak pula bahwa tambang itu merusak lingkungan. Hanya perlu sedikit pemilahan bahwa berbagai argumen yang dilontarkan dapat dikelompokkan menjadi dua: yang paham dan yang tidak paham tentang pertambangan. Argumen yang dilemparkan oleh pihak yang tidak paham –dan kuantitasnya sangat besar- telah menimbulkan persepsi negatif industri pertambangan dan menyesatkan publik dengan mengeluarkan berbagai statement yang keliru.

Perspektif yang keliru ini yang perlu diluruskan agar terjadi sinkronisasi antara usaha pertambangan dengan persepsi public. Perspektif itu diantaranya:

1. Kekeliruan pertama muncul ketika seluruh kegiatan pertambangan menghancurkan fungsi hutan karena membuka lahan secara ekstensif.

Ini merupakan pendapat yang tidak beralasan dan buta total dan menutupi karakteristik pertambangan yang sebenarnya, karena pendapat ini tidak pernah memikirkan bahwa ada beberapa tahapan berbeda dalam usaha pertambangan. Pertambangan sendiri merupakan rangkaian empat kegiatan utama eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, serta reklamasi.

Eksplorasi merupakan tahapan dimana dilakukan penyelidikan untuk menetapkan keberadaan, karakteristik, kuantitas dan kualitas bahan tambang. Eksplorasi ini merupakan tahapan pertama yang memerluan waktu dua hingga lima tahun dan berisiko tinggi. Perusahaan bisa saja menghentikan kegiatan atau suspended karena tidak mendapatkan cadangan mineral yangn ekonomis meski telah menghabiskan jutaan dolar seperti yang dialami Pacific Nickel di P. Gag yang telah mengeluarkan biaya US$ 60 juta untuk eksplrasi namun tidka berhasil menemukan deposit ekonomis. Berdasarkan data DESDM, sepanjang periode 1969-2003, dari 348 perusahaan yang melakukan eksplorasi, hanya 36 yang berlanjut ke tahap eksploitasi, sisanya mengalami terminasi atau penundaan.

Untuk memfasilitasi tahapan eksplorasi ini, pemerintah mengizinkan perusahaan memiliki daerah Kuasa Pertambangan seluas maksimum 25.000 ha (PP 32/1969 tentang Pelaksanaan UU Pokok Pertambangan 11/1967). Namun tidak seluruh lahan ini akan digunakan oleh perusahaan, karena mineral umumnya hanya terdapat di beberapa titik anomaly. Sebagian besar lahan harus dikembalikan kepada negara melalui proses reliquishment. Selain karena akan membebani dari sisi pajak, lahan ini juga tidak ekonomis untuk diusahakan.

Eksplorasi juga tidak akan menggunakaan keseluruhan luasan lahan karena lahan yang diperlukan hanyalah sebatas kebutuhan titik eksplorasi, akses masuk alat bor. Bahkan dengan teknologi canggih seperti seismic dan geophysics, mampu mengurngai jumlah titik bukaan secara signifikan, karena dapat mendeteksi keberadaaan endapan bahan tambang tanpa harus membuka lahan.

Dan pada tahapan eksploitasi, jika perusahaan hanya memiliki izin pengelolaan lahan 25%, tidak seluruh lahan tersebut akan diekslpoitasi langsung. Dan rasanya sudah banyak laporan yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan eksploitasi pertambangan berizin di Indonesia hanya membuka lahan 135.000 ha atau 0,1% luas seluruh wilayah hutan Indonesia.

2. Perspektif keliru yang kedua adalah tentang pemilihan metode penambangan, muncul anggapan bahwa kepentingan finansial lebih mendasari pemilihan metode open pit (tambang terbuka) dibanding underground.

Perlu diketahui bahwa ada banyak criteria prinsip pemilihan metode penambangan. Tambang terbuka diterapkan untuk menambang cadangan yang letaknya dekat permukaan dengan terlebih dahulu membersihkan lahan dan batuan pengotor. Tambang terbuka ini memiliki produktivitas tinggi, cost operasi yang rendah dan keselamatan yang lebih terjamin.

Sedang tambang dalam (underground) hanya diterapkan untuk mendapatkan cadangan yang berada relatif jauh di bawah permukaan dengan hanya membuka sebagian kecil lahan di permukaan sebagai akses peralatan dan fasilitas pengolahan. Jadi proses pengambilan mineral dilakukan tanpa menggangu aktivitas permukaan. Namun perlu diketahui bahwa tambang ini rentan akan keselamatan kerja. Kita bisa banyak belajar dari China yang kehilangan lebih dari 5.500 pekerjanya tahun lalu akibat ambruknya tambang batubara bawah tanah mereka.

Tidak ada satu manusiapun yang mampu memaksa bahwa endapan mineral itu berada dekat di bawah permukaan atau jauh di dalam. Semua sifatnya alamiah (given by God) dan merupakan kekhasan sifat bahan galian. Jangan memaksa untuk melakukan eksploitasi tambang dalam jika kerentanan keselamatan kerja masih belum teratasi.

3. Perspektif keliru yang ketiga adalah pernyataan semua kegiatan pertambangan merusak lingkungan.

Pernyataan menyesatkan ini rasanya hampir selalu dilontarkan oleh pecinta lingkungan dan kaum conservationist. Rasanya bisa dimaklumi jika mereka yang mengatakan hal itu, dan juga rasanya kesalahan dari industri tambang juga yang rasanya kurang memeluk pemerhati lingkungan dan conservationist.

Anggapan ini tidak berdasar karena menggeneralisasi bahwa seluruh usaha pertambangan sifatnya destruktif tanpa melihat bahwa diwajibkannya reklamasi pada lahan eks tambang. Bahkan pada tahapan pengakhiran tambang (mining closure) juga diwajibkan memperbaiki lahan bukaan. Ada beberapa contoh perusahaan yang berhasil menjalankan hal in seperti Kelian Eguatorial Mining di Kalimantan Timur.

Selain diterapkannya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di tahapan kelayakkan studi, pada kegiatan pertambangan juga diterapkan best mining practice (not only good) sebagai upaya minimalisasi dampak lingkungan yang terjadi.

Jadi rasanya lengkap kekeliruan persepsi terhadap pertambangan yang sudah bisa diluruskan kembali. Sebuah dialektika pertambangan antara pemanfaatan dengan resiko yang emsti dibayar adalah sebuah penghargaan terhadap perbedaanpersepsi. Bukan suatu hal yang perlu dibantah, melainkan sebagai proses pembelajaran pola berpikir. Tidak ada kebenaran sejati, yang mutlak hanya dari Tuhan.

Der Herr Got wulfert nicht!! (Tuhan tidak melempar dadu)
Albert Einstein (1879 – 1955)

Tentang Radyan





Radyan Prasetyo, lahir di Tanjung Karang, Lampung 28 tahun lalu. Menamatkan S1 di Universitas Trisakti di Mining Engineering Department dan sekarang telah menyelesaikan pendidikan S2 di Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.

Penggemar berat TOTO, Dream Theater dan The Police yang paling suka makan telur dadar plus sambal yang extra pedas. Hobinya mendengarkan music, menulis dan kuliner (yang satu ini suka, cuma jarang dilakoni. Maklum heavy cost ..!!).

Aktif di beberapa organisasi dan lembaga penelitian. Sangat concern dengan permasalahan energi dan sumberdaya alam, lingkungan hidup, pendidikan hingga spiritual. Kepedulian tentang suberdaya dan lingkungan ditunjukkan salah satunya melalui tulisan dan artikel.




Tentang Radyan

Radyan Prasetyo, lahir di Tanjung Karang, Lampung 27 tahun lalu. Menamatkan S1 di Universitas Trisakti di Mining Engineering Department dan sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S2 di Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.

Penggemar berat TOTO, Dream Theater dan The Police yang paling suka makan telur dadar plus sambal yang extra pedas. Hobinya mendengarkan music, menulis dan kuliner (yang satu ini suka, cuma jarang dilakoni. Maklum heavy cost ..!!) termasuk salah satu impiannya untuk  enjadi seorang seperti Bondan Winarno).

Aktif di beberapa organisasi dan lembaga penelitian. Sangat concern dengan permasalahan energi dan sumberdaya alam, lingkungan hidup, pendidikan hingga spiritual. Kepedulian tentang sumberdaya dan lingkungan ditunjukkan salah satunya melalui tulisan dan artikel.

Silahkan kontak di radyanprasetyo@yahoo.de