Friday, March 25, 2011

AMBIL SEKARANG ATAU NANTI..??? ( I )

Potensi Sumberdaya Mineral
Seluruh ciptaan Tuhan yang dikenal dengan nama kekayaan alam di seluruh dunia ini sebenarnya cukup untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat. Al Quran sendiri menuliskan (QS: 50:7) Dan kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan kepadanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. Bahkan Gandhi juga menyindir bahwa bumi ini cukup untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia tetapi tidak akan pernah cukup bagi segelintir orang yang rakus.

Konon bahwa bumi ini terbentuk dari pecahan mahadahsyat yang dikenal sebagai “Dentuman besar” alias big bang, setelah itu di bumi terjadi jutaan kali ledakan gunung berapi dari dasar bumi yang akhirnya membentuk rupa kulit bumi seperti sekarang ini dan tentunya juga memberikan kekayaan alam, kesuburan tanah khususnya mineral yang luar biasa banyak. Jadi bumi memang sudah dihuni oleh jutaan bencana dari dulu kala dan ini dikenal sebagai Kataklastik (Chataclastic) bahkan bencana sudah lebih dulu “menghuni” bumi daripada manusia.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kekayaan alam terjadi secara alami dan melalui suatu proses yang amat panjang sejak masa Kriptozoic, Paleozoic, Mesozoic, Cenozic dan seterusnya yang berlangsung ratusan bahkan ribuan juta tahun. Batubara sendiri mulai terbentuk dari hutan purba yang mati di masa Pelozoic era Devon (400 juta tahun lalu). Sedang minyak bumi terbentuk dari timbunan hewan purba khususnya jenis crustacean di masa zaman kambrium (500-600 juta tahun lalu). Jadi terbentuk sangat lama sehingga untuk pemulihannya juga tidak mungkin secara alami terjadi dalam waktu singkat.

Tuhan memang adil.. itulah yang saya pikirkan pertama kali ketika menulis tentang mineral. Bagaimana tidak, tatanan geologi indonesia yang dianugrahi mineral berlimpah ini, dulunya terbentuk dari pertemuan tiga lempeng utama bumi dua lempeng benua yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Australia serta satu lempeng samudera yaitu Lempeng Pasifik. Gerakan tumbuk dari ketiga lempeng ini yang menyebabkan naik dan turunnya daratan sehingga berujung pada terbentuknya banyak mineral dan energi yang ekonomis. Padahal disadari atau tidak, tumbukan selama jutaan tahun itu juga menimbulkan "gempa, tsunami dan kerusakan lainnya yang luarbiasa besar“. Kejadian ini dikenal sebagai Kataklastik. Beruntung manusia tidak diciptakan pada zaman bumi masih bergejolak seperti ini.


Tatanan Geologi Indonesia
 
Anugerah sumberdaya alam yang signifikan baik dari segi jumlah ini yang membuat indonesia memiliki daya tarik bagi para pengusaha pertambangan untuk berinvestasi. Distribusi mineral yang hampir merata di seluruh wilayah nusantara pastinya akan mampu memberikan manfaat positif dengan pengelolaan untuk menggerakan ekonomi nasional dan mensejahterakan hajat rakyat banyak.
Pastinya Indonesia bukanlah satu-satunya negara yag dianugerahi potensi mineral yang sangat menjanjikan. Masih ada negara lain di Asia bahkan di Afrika yang memiliki potensi mineral walaupun dari segi jumlah, varian dan kualitasnya tidak sebanyak Indonesia. Perlu disadari bahwa yang terpenting bukanlah kuantitas, kualitas maupun varian potensi mineral yang ada, melainkan bagaimana potensi yang dapat saja kita sebut kekayaan alam yang tersedia ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan nasional dan mensejahterakan rakyat banyak. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa secara seimbang sehingga tercapai kesejahteraan. Dengan pengelolaan sumber daya mineral seharusnya Indonesia dapat mencapai salah satu tujuan tersebut. Bahkan lebih dari itu, Indonesia mampu untuk turut serta dalam persaingan ekonomi dunia.

Kegiatan eksplorasi tambang yang selalu dilakukan di daerah remote

Namun tidak ada satupun yang dapat memaksa bahwa potensi tersebut harus berada di suatu lokasi tertentu karena ciri khas usaha pertambangan adalah berada pada lokasi dimana letak dan posisi mineral itu berada. Tuhanlah yang menentukan lokasi tersebut. Industri pertambangan tidak dapat memilih lokasi usahanya karena letak cadangannya terbentuk dan berada tergantung dari letak mineralisasinya. Macam dan sifat mineralisasi juga ikut mempengaruhi posisi dan karakteristik endapan mineral.

Kemudian juga investasi di sektor pertambangan sifatnya high risk, high capital dan jangka panjang karena besarnya biaya yang diperlukan untuk usaha eksplorasi yang dapat memakan waktu belasan tahun dan belum tentu berujung pada penemuan cadangan yang ekonomis. Banyak investor yang telah mengeluarkan dana jutaan dolar terpaksa mengehentikan kegiatannya karena tidak menemukan cadangan yang ekonomis. Resiko tinggi inilah yang membuat pemain dibidang pertambangan berbeda dengan pemain bisnis lainnya. Namun sebenarnya besarnya resiko pada investasi pertambangan dapat dikurangi dengan membuat kebijakan yang baik, sehingga pada akhirnya nanti negara juga yang dapat merasakan manfaatnya. Karena dengan meminimalisir resiko investasi, pemerintah memiliki posisi tawar yang lebih dihadapan investor dalam membuat kesepakatan kerja.

Pengelolaan Yang Baik
Untuk dapat mengelola potensi sumberdaya mineral ini maka dibutuhkan regulasi dan kebijakan pertambangan. Regulasi dan kebijakan pertambangan dapat mempengaruhi iklim investasi. Regulasi yang baik tentu dapat menarik kehadiran investor untuk hadir menanamkan modalnya. Suatu regulasi yang baik adalah memuat konsep yang jelas tentang tujuan serta memiliki transparansi sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dimengerti sehingga dalam pelaksanaannya kendala akan dapat diatasi.

Dan dalam penyusunan regulasi ini, banyak stake holders yang perlu dilibatkan. Mulai dari perusahaan, pemerintah, lembaga studi dan kajian, bahkan masyarakat. Masyarakat atau rakyat juga tidak bisa lagi dianggap obyek, mereka perlu dilibatkan dalam penyusunan kesepakatan-kesepakatan dengan para investor yang akan berinvestasi diwilayah mereka. Kenapa masyarakat perlu dilibatkan dalam penyusunan kebijakan ini..? karena masyarakat sekitar tambanglah yang mendapatkan dampak langsung baik dampak ekonomi, lingkungan maupun sosial politik dari hadirnya akktivitas pertambangan.


Masyarakat lingkar tambang sering termarginalisasi dan tidak diikutsertakan dalam pengabilan keputusan

Sering terjadi konflik yang timbul antara masyarakat dengan perusahaan sehingga kekisruhan ini berujung penolakan masyarakat terhadap aktivitas pertambangan dan timbulnya konflik kepentingan (conflict of interest). Kekisruhan ini menjadi bukti tentang lemah dan tidak transparannya kebijakan dibidang pertambangan, dan hal itu juga terbukti mempengaruhi iklilm investasi di bidang pertambangan.

Belakangan ini Indonesia telah menjadi negara dengan iklim investasi yang tak kondusif sehingga menempatkan indonesia menjadi 10 terbawah negara berpotensi mineral dunia dengan regulasi yang terburuk. Banyak kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang kontraproduktif dan tumpang tindih yang mengurangi daya tarik investasi. Kepastian hukum juga kurang mendapat guarantee.

Ambillah contoh hadirnya UU No. 41/1999 tentang Kehutanan pada pasal 38 yang tidak mengizinkan adanya aktivitas penambangan terbuka di wilayah hutan lindung. Hal ini membuat konsistensi pemerintah dalam menarik investasi pertambangan menjadi ambigu. Tidak jelasnya defenisi hutan lindung serta tidak adanya pengaturan mengenai kawasan pertambangan membuat permasalahan semakin berkepanjangan. Padahal apabila Pemerintah menyadari akan tujuan pembangunan sumberdaya mineral untuk kesinambungan peningkatan kesejahteraan rakyat, maka konflik semacam itu tentu dapat diselesaikan. Yang terpenting adalah bagaimana agar pengelolaan sumberdaya mineral dilakukan melalui perencanaan yang matang dan strategi yang tetap memperhatikan permasalahan lingkungan serta tetap menjaga ketersediaan masa depan agar sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Meskipun begitu perlu diapresiasi usaha yang telah dilakukan pemeirntah untuk mesinergiskan berbagai peraturan yang tumpang tindih tersebut.

 
Benturan pertambangan dan hutan lindung

Pengusahaan pertambangan juga harus diatur secara teknis agar dalam kegiatan penambangannya tetap mengikuti kaidah-kaidah yang benar. Begitu juga terhadap aspek ekonomis, agar prinsip yang menyebutkan bahwa apa yang dikeluarkan dari bumi Indonesia harus dapat memberikan dampak positif yang optimal dalam pembangunan ekonomi dapat terwujud. Kemudian yang tidak kalah penting adalah agar pengelolaan dan pengusahaan pertambangan memperhatikan aspek yang berpengaruh terhadap geopolitik dan geostrategi hubungan Indonesia terhadap negara lainnya. investasi mestinya dapat berjalan dengan lancar tanpa memarjinalkan masyarakat adat dan rakyat sekitar tambang. Hal-hal tersebut diatas menjadi sangat penting mengingat apa yang diputuskan hari ini adalah menyangkut masa depan pengelolaan sumberdaya mineral Indonesia atau masa depan pertambangan tergantung dari apa yang diputuskan saat ini.



Tuesday, March 22, 2011

Sejarah Perundangan Mineral Indonesia

(artikel ini tertuang setelah membaca tulisan dari Bpk. Soetarjo Sigit, Bpk Jogi T. Soedarjono, Bpk. Kosim Gandataruna dan Bpk. Achmad Zulkarnain. Terima kasih atas inspirasinya)
 
Industry mineral dan pertambangan di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung cukup lama, ratusan tahun lalu (bahkan ribuan tahun jika merunut pada zaman logam dan  perundagian). Di pulau Bangka yang dahulu dikenal sebagai Vanka atau dalam bahasa Sansakerta berarti timah, telah mulai di tambang sejak abad 18. Orang Tionghoa didatangkan untuk menambang Timah oleh korporat Belanda. Sulawesi juga dikenal sebagai pulau logam, berasal dari kata Sula yang berarti pulau dan wesi yang berarti logam besi, keduanya juga dalam bahasa Sansakerta.

Indonesia mengadopsi Indische Mijn Wet atau yang dikenal sebagai undang-undang tambang dari negeri belanda pada awal abad 20. Undang-undang ini diterapkan hingga pertengahan 1960-an dan menjadi acuan bagi pelaksanaan aktivitas pertambangan termasuk kesejahteraan bangsa pada saat itu. Karena adopsi Belanda, maka tak lepas dari unsure kolonialisme sehingga terkesan kental dengan nuansa kapitalisme penjajahan.

Namun sejarah modern pertambangan Indonesia baru mulai dikenal pada pertengahan abad 20 melalui Undang-undang Pokok Pertambangan No. 11 tahun 1967. Sejarah di balik diterbitkannya undang-undang ini jarang diketahui banyak pihak. Ada baiknya kita tidak melupakan sejarah, dan mengenalnya ntuk menuju masa depan lebih cerah.

Tahun 1960 Mr. H.T.M.Hasan pada tahun 1951 yang kala itu menjabat Ketua Komisi A DPR RI waktu itu, mengajukan mosi kepada Presiden melalui suratnya No. Agd.1446/RM/DPR-RI/1951 tanggal 17 Juli 1951, yang berisi pokok- pokok pikiran antara lain :

1) “Bahwa Indische Mijn Wet (Stb.1899 No.214), sebagai Undang-undang Pertambangan Kolonial sudah tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan yang berhajat kepada pembangunan dan kemakmuran rakyat”

2) “Bahwa bahan galian tambang bila diusahakan dengan sungguh-2, maka hasilnya tentu dapat menutup sebagian besar dari Anggaran Belanja Negara”. Hal ini berarti mengurangi dan meringankan beban rakyat dalam kewajiban untuk membayar pajak buat Negara1.

 
Namun karena maraknya pergolakan di tanah air yang berkepanjangan waktu itu, juga karena selisih faham dari banyak partai dan pemberontakan di berbagai daerah seperti PRRI, PERMESTA, dan RMS, maka baru pada tahun 1960 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mosi M. Hasan tersebut baru dapat direalisasikan. Yaitu dengan diundangkan Undang-undang No.37 Prp.1960 tentang “Pertambangan” dan Undang - undang Nomor 44 Prp.1960 tentang “Minyak dan Gas Bumi”. Sebagai undang-undang yang mengatur tentang kebijakan Pertambangan dan Migas yang menggantikan Indische Mijn Wet Stb.1899 Nomor 214 yang merupakan landasan mineral policy produk kolonial dan sangat diskriminatif serta tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Lalu selanjutnya pada tahun 1967 landasan perundangan pertambangan Indonesia mengacu pada UU Nomor 37 Prp. 1960 tersebut dan selanutnya diatur kembali dalam oleh Peraturan Presiden No.20 tahun 1963. Salah satu kebijakannya , adalah mengatur kerjasama pengusahaan pertambangan dengan pola “Production Sharing” dan sangat membatasi masuknya modal asing di sektor Pertambangan. Ternyata kebijakan mineral ini tidak pula berhasil menarik minat investor ataupun dapat mendatangkan modal dari luar negeri.

Mengingat kondisi ini dan Indonesia butuh investasi asing untuk mempercepat pembangunan nasional, maka MPRS pada waktu itu segera menetapkan TAP.No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Pembaruan kebijaksanaan sector pertambangan ini diharapkan dapat menarik investasi terutama sebagai awal transfer modal dan telnologi. Pembaruan ini juga dilakukan untuk menanggulangi kurangnya kas Negara akibat keremrosotan ekonomi dan lemahnya pembangunan pasca orde lama.

Pembaruan kebijakan ini ditujukan agar tercipta iklim yang lebih baik untuk penanaman modal asing yang ditandai dengan diterbitkannya UU No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Lalu lebih spesifik lagi untuk akivitas pertambangan dilanjuti dengan diterbitkannya Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

Pokok kebijakan pemerintah yang memungkinkan ikut sertanya modal asing dalam usaha pertambangan di Indonesia diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang PMA dan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang nomor 11 tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan. Pasal 8 ayat (1) UU No.1 tahun 1967 :

“Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku”.


Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 :

“Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah atau perusahaan negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan”.

 
Sejak diberlakukannya UU No. 11/1967 inilah, tak perlu waktu lama, masuk banyak investasi asing. PT. Freeport McMoran dari Amerika adalah yang pertama sekaligus perusahaan pertama yang mendapatkan Kontrak Karya (KK Generasi I). investasi awal ini diiming-imingi banyak kemudahan ekonomi sebagai insentif oleh pemerintah. Kemudian selanjutnya pada KK generasi II (1968-1972) masuklah investasi lain seperti INCO, ALCOA dan Billiton. Hingga medio 200o-an telah ada VII generasi Kontrak Karya yang tiap stratanya dibedakan dari perubahan pajak yang berlaku. Diakui ahw sejak dikeluarkannya UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ini telah menyuburkan iklim dan menjamurkan banyak investasi tambang di Indonesia.



Bersambung…