Wednesday, July 13, 2011

Good Mining Practice (Bagian I)


Peradaban manusia sekarang ini tak lepas dari peran input hasil sumber daya alam terutama pertambangan, dan pertambangan erat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Tambang dan sumberdaya mineral tidak dapat dilepaskan dari lingkungan pembentukannya di bumi. Daerah dengan tatanan geologis tertentu akan menghasilkan cadangan mineral yang ekonomis. Dan bagi daerah yang kaya, kehadiran cadangan ini dapat menjadi tulang punggung pendapatan asli daerah.

Pertambangan memang berpotensi menjadi agen perubahan (development agent) karena umumnya tambang berlokasi di daerah remote yang akhirnya dapat membuka akses dan meningkatkan infrastruktur. Lebih jauh pertambangan haruslah dijalankan secara berkelanjutan karena sifatnya yang temporary dan mengambil sumber daya yang tak pulih (un renewable resources). Oleh karenanya pemulihan lahan yang terganggu harus dioptimalkan sehingga menjadi lahan yang produktif. Selain itu, manfaat dari aktivitas pertambangan perlu di konversi ke dalam bentuk lain (transformasi manfaat) agar pembangunan tetap dapat berlanjut dan tetap memberikan kesejahteraan di daerah sekitarnya.


PT. Freeport Indonesia, salah satu tambang di daerah remote

Lantas apa maksud dari keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan? Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya mineral melalui peningkatan dan konversi nilal tambah dengan mengedepankan nilai lingkungan dan keadilan sosial dan tetap memberikan kesempatan pada generasi mendatang untuk menikmati sumber daya mineral tersebut.

Kemudian konsep pemanfaatan mineral berkelanjutan ini akan berlandaskan pada isu demokrasi, keadilan dan pemerataan yang sifatnya lintas generasi. Suatu konsep yang melibatkan seluruh stake holders. Ini juga konsep yang menekankan pentingnya pengelolaan keteknikan, sosial kemasyarakatan, pendekatan lingkungan yang terpadu dan kesemua hal ini dapat dilebur untuk diterapkan dalam praktek pengelolaan tambang yang benar (Good Mining Practice).

 
Pembuatan jenjang dan reklamasi lahan eks tambang, implementasi good mining practice

Good Mining Practice dapat dijelaskan secara gamblang sebagai aktivitas pertambangan yang memenuhi kriteria, kaidah maupun norma-norma menambang yang tepat sehingga pemanfaatan mineral memberikan hasil optimal dan mengurangi dampak negatif yang terjadi. Beberapa ciri Good Mining Practice antara lain:

  1. Penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung lingkungan
  2. Kepedulian terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) terutama bagi pekerjanya
  3. Meciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar
  4. Kepatuhan terhadap hukum dan perundangan yang berlaku
  5. Menggunakan standarisasi keteknikan dan teknologi pertambangan yang tepat dalam aktivitasnya
  6. Pengembangan potensi dan kesejahteraan masyarakat setempat terutama dari optimalisasn dan konversi pemanfaatan mineral
  7. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang (mine closure)
  8. Memberikan benefit yang memadai bagi investor

 
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, menjadi penting dalam aktivitas tambang

Kemudian siapa yang harus melaksanakan Good Mining Practice ini..? Seharusnya seluruh perusahaan tambang wajib melakukan Good Mining Practice sebagai inisiatif global. Karena ini akan menjadi parameter kepatuhan dan integritas perusahaan sebagai operator pertambangan. Implementasi Good Mining Practice ini juga merupakan repectivitas tehadap lingkungan, masyarakat serta Negara.



Penghargaan Lingkungan dan Pasca Tambang

Tak ada yang menolak anggapan bahwa aktivitas dasar pertambangan itu sifatnya destruktif, merubah lanskap lahan, memotong vegetasi di permukaan, pembuangan tailing, melakukan countouring hingga penggalian jenjang. Tekanan aktivitas pertambangan yang begitu besar terhadap lingkungan untuk beberapa hal dan kondisi memang patut dikoreksi terlebih mengingat masih adanya persepsi kuno tentang tambang terkait dengan sifat eksploitatifnya (baca kolonialisme) yang diturunkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat juga awam terhadap aktivitas pertambangan secara keseluruhan.

 
Penambangan timah zaman Belanda

Persepsi yang keliru inilah yang menimbulkan penolakan atau ketidaksukaan publik. Diakui atau tidak, kesalahanpersepsian ini turut mempengaruhi kebijakan di sektor lain. Padahal sebagai aktivitas utama manusia, pertambangan justru mampu menjadi pengerak ekonomi masyarakat di daerah terpencil mengingat karakteristik usaha pertambangan yang memang berada di lokasi remote dan sifatnya membuka akses infrastruktur. Pertambangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berperan sebagai agen penggerak utama (prime mover) pembangunan local.

Terkait dengan hal ini, segala aktivitas pertambangan yang dapat menyebabkan keresahan, termasuk kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi bahkan potensi masyarakat tergantung pada aktivitas tambang setelah tambang berakhir harus dicegahdan ditanggulangi. Penghargaan terhadap lingkungan dan masyarakat atas aktivitas tambang sudah bergulir dan harus menjadi trend terbaru dalam mewujudkan sustainable development.

Permasalahan lingkungan di pertambangan sebenarnya sdah diantisipasi dengan sangat baik melalui kewajiban perusahaan untuk melakukan AMDAL sebelum aktivitas eksploitasi berjalan. AMDAL adalah dokumen perencanaan lingkungan yang terdiri dari dokumen Studi Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), Dokumen ANDAL yang kesemuanya itu harus mendapat legitimasi dari pemerintah pusat, daerah, perusahaan dan instansi terkait langsung. Sebenarnya tujuan utama dari penyusunan dokumen AMDAL ini adalah untuk membuat keputusan operasional bagaimana aktivitas tambang saat disusun, saat beroperasi dan saat pasca tambangnya. Dan AMDAL bukanlah kitab suci yang sacral dan tak dapat diubah. AMDAL seharusnya bersifat open source sehingga publik berhak tahu bagaimana dan apa yang akan terjadi di aktivitas tambangnya.

Selain itu, perusahaan diwajibkan membuat Rencana Tahunan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RTPKL) yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dan terkait dengan reklamasi, perusahan menyerahkan dana jaminan reklamasi sebagai kepastian akan perbaikan atas perubahan lanskap yang terjadi sehingga dampak negatif dapat dieliminasi bahkan peningkatan kualitas lingkungan. Komitmen ini merupakan bentuk integrasi tambang dengan lingkungan.

Proses reklamasi juga dapat dikawal oleh public. Banyak perusahaan sekarang ini yang justru memunculkan reklamasi mereka untuk dikonsumsi umum. Selain bentuk kepatuhan terhadap aturan lingkungan ini dapat juga berperan untuk pencitraan. Lingkungan sudah menjadi isu global sekarang ini, sehingga perusahan yang peduli terhadap lingkungan adalah perusahaan yang memiliki visi kedepan dan etika bisnis yang baik.

 
Reklamasi, penghargaan lingkungan oleh tambang

Gencar-gencarnya isu sustainable development belakangan ini juga turut memacu menaiknya kebijakan pasca tambang, yaitu kebijakan untuk memastikan setiap kegiatan pertambangan memiliki konsep penutupan tambang sejak awal dimulainya aktivitas tambang. Konsep ini memastikan penataan lahan eks tambang tetap aman dan memiliki fungsi lingkungan. Konsep pasca tambang ini adalah hasil kesepakatan tiga stakeholders, pemerintah masyarakat dan operator tambang dan harus memenuhi criteria konservasi mineral, prinsip K3 dan prinsip lingkungan.

Ada satu hal yang juga sangat perlu dicermati dalam rencana penutupan tambang, yaitu sosial kemasyarakatan. Perlu dipastikan dalam dokumen rencana pasca tambang tentang status dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat harus dipastikan tidak tergantung pada aktivitas perusahaan setelah penutupan tambang.


Bersambung.....