Thursday, March 10, 2011

Pertambangan, Lingkungan dan Kesejahteraan ( IV )

Apabila ada statement yang mengatakan bahwa sumberdaya alam itu adalah karunia, tentunya kita dapat memastikan bahwa dengan keterdapatan sumber daya mineral maka kita memiliki keuntungan dan keunggukan. Sumber daya mineral adalah salah satu aset dimana dengan pemanfaatan melalui industri pertambangan tentunya dapat berperan sebagai “development agent” dengan memberdayakan kekayaan alam tidur menjadi kekayaan yang dapat mensejahterakan rakyat dengan multiplier effectnya. Pertambangan harus mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan sarana dan infratsruktur, peningkatan pendidikan dan kesehatan, perlindungan lingkungan hingga kontribusi pembangunan ekonomi.

Infrastruktur sebagai wujud perkembangan daerah sekitar tambang

Tentunya bagi yang skeptis dapat juga berpandangan bahwa sumberdaya alam khususnya sumberdaya mineral adalah kutukan. Anggapan bahwa industri pertambangan itu ekstraktif dan merusak lingkungan tanpa memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar dan Negara. Pandangan ini banyak muncul di Indonesia setelah decade 1980an. Pandangan ini berkaca dari beberapa indstri pertambangan yang awalnya berkembang besar namun gagal memberikan kesejahteraan pada rakyat dan lebih cenderung mengarah pada kapitalisme semu.

Sketsa buram pertambangan batubara yang eksploitatif tanpa memperhatikan fungsi lingkungan

Untuk menyelesaikan adanya polarisaasi pandangan in bukanlah hal mudah, butuh waktu lama dan tentunya pemberian pemahaman yang kontinyu. Bagaimana dapat memberikan akses dan informasi seluasnya tentang adanya nilai tambah dan multiplier effect dari industri pertambangan serta konytribusinya dalam pembangunan Indonesia.

Sudah sifat alamiahnya bahwa industri tambang hampir selalu berada di daerah terpencil, tidak ada manusia yang dapat memaksakan penentuan lokasi tambang. Industri ini dengan segala aktivitasnya lambat laun akan enyebabkan perkembangan daerah, memancing tenaga kerja, dan pertumbuhan penduduk, menyebabkan bergulirnya roda ekonomi di sector penunjang hingga benar-benar menjadi agen perubahan. Patut dicatat bahwa banyak kota di Indonesia yang berawal dari hadirnya industir pertambangan.

Lantas industri tambang juga ternyata mampu untuk memicu adanya industri lain atau industri sampingan sebagai bentuk dari optimalisasi dan peningkatan multiplier effect. Maksudnya seperti ini, jika kita menambang bauksit, kita hanya menjual dalam bentuk bijih saja, maka kita hanya mendapat keuntungan dari penjualan bijih itu saja. Tapi apabila kita membangun industri pengolah bijih bauksit sehingga kita dapat menjual dalam bentuk alumina atau alumunium langsung, tentunya harga jual akan lebih tinggi selain itu ada manfaat lain dari dibangunnya indstri penunjang. Ada perekrutan tenaga kerja di situ, ada ekonomi yang berputar dan ada kontribusi pada Negara. Inilah yang dikenal sebagai nilai tambah industri pertambangan.



Peleburan logam akan memberikan nilai tambah lebih baik

Optimasi seperti ini tentunya jauh lebih baik daripada industri tambang yang “menjual tanah air” saja. Tentunya dengan good will dari pemerintah, melalui UU Minerba No. 4 tahun 2009, usaha untuk mengolah produk pertambangan di dalam negeri sudah mulai diwujudkan dengan melarang menjual produk tambang dalam bentuk bijih.

Bukan hanya bauksit saja yang perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan nilai tambah. Beberapa mineral sepert emas, perak, tembaga, bijih dan pasir besi juga perlu membangun industri second round untuk menigkatkan nilai tambah daripada hanya sekedar menjual dalam bentuk konsentrat maupun bijih saja


No comments: