Monday, March 3, 2008

MINING, ENVIRONMENT AND SOCIETY (I)


Selama hidupnya, manusia tidak pernah lepas dari dukungan pemanfaatan hasil pertambangan tambang untuk meningkatkan kesejahteraan. Bahan pertambangan ini terbentuk alamiah sebagai suatu tatanan geologis sebagai bagian dari ekosistem. Bagi Indonesia, pertambangan adalah aktivitas strategis yang merupakan ”backbone” bagi daerah yang kaya sumberdaya mineralnya. Namun keberadaan sumberdaya pertambangan ditentukan alamiah sehingga tidak ada seorangpun yang bisa mengatur tambang ini mesti ada di kota atau di daerah sangat terpencil. Karakteristik mendasarnya pertambangan adalah membuka lahan, mengubah bentang alam sehingga mempunyai potensi merubah tatanan ekosistem suatu wilayah baik dari segi biologi, geologi dan fisik maupun tatanan sosio-ekonomi dan budaya masyarakat.

Selain itu interaksi antara industri pertambangan dengan masyarakat lokal sangatlah besar. Biasanya industri tambang selalu berada di daerah terpencil (remote area) dengan masyarakat tradisional dan ortodoks, sehingga hampir selalu terjadi perbedaan pandangan. Di samping baru belakangan ini, paradigma pertambangan beralih ke paradigma sosial, ekonomi dan lingkungan sehingga citra tambang sebagai industri berbasis lingkungan belum benar-benar terangkat sehingga impak perubahan tatanan geofisik kegiatan pertambangan lebih banyak menimbulkan kerusakan dan kerugian dibandingkan dengan manfaat terutama bagi masyarakat di sekitar tambang.

KTT Bumi (Earth Summit) Rio de Janeiro, 1992 menjadi salah satu tonggak perubahan mind set INDUSTRI DUNIA TERMASUK pertambangan di Indonesia. Paradigma yang selama ini bertumpu pada pertumbungan ekonomi (economic growth) mulai diarahkan menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan adalah suatu gagasan yang berupaya untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhannya.

Target utama pembangunan berkelanjutan adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup manusia sehingga kemiskinan dan dapat ditekan karena Kemiskinan adalah kendala utama dunia. Kemiskinan tidak hanya akan mengurangi akses masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber penghidupannya, namun kemiskinan juga akan meningkatkan kerawanan sosial.

Kemiskinan di sini tidak hanya mencakup dimensi kesempatan ekonomi, tetapi juga kemampuan untuk pengelolaan dan pemberdayaan. Salah satu usulan utama adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai usaha lepas dari keterbatasan kesempatan ekonomi dengan tetap mengedepankan.

Kemudian dalam pertemuan Johanesburg 2002 keberlanjutan dimaksudkan sebagai kapasitas penampung dari ekosistem untuk mengasimilasikan pemborosan agar tidak sampai berkelebihan. Artinya ada usaha untuk mengefisiensikan pemborosan terhadap pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dengan menyesuaikan dengan kemampuan pada setiap generasi. Keberlanjutan sendiri dapat dilihat dalam beberapa dimensi: manusia (human), sosial (social), lingkungan (environment), dan ekonomi (economic).

Keberlanjutan manusia (human sustainability) secara umum diartikan sebagai pemeliharaan terhadap modal individual (kesehatan, pendidikan, keterampilan, pengetahuan, kepemimpinan dan akses terhadap jasa modal manusia). Keberlanjutan sosial diartikan sebagai modal sosial, biaya untuk kebersamaan dan fasilitas kerjasama. (kekuatan masyarakat sipil termasuk di dalamnya pemerintah, kerjasama antar pertukaran, toleransi, etika, pertemanan, kejujuran) yang direfleksikan pada aturan, hukum dan disiplin dan menghindari marginalisasi suatu komunitas. Keberlanjutan lingkungan hidup diartikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia dan kepedulian sosial sebagai wadah untuk belajar, tinggal dan hidup dan mampu menjamin kebutuhan yang dapat dipenuhi bagi generasi masa depan. Keberlanjutan ekonomi diartikan sebagai penggunaan modal secara efisien dan menjamin produktivitas investasi dan pertumbuhan yang wajar dari seluruh sektor.

Strategi Pembangunan Berkelanjutan adalah integrasi ekonomi, ekologi dan sosial. Berpijak dari konsep pembangunan tersebut maka terdapat 3 elemen yang mendukung masing-masing stakeholder (korporat, pemerintah dan masyarakat sipil) yaitu keberlanjutan secara ekonomi, keberlanjutan secara sosial, dan keberlanjutan lingkungan, di mana ketiga elemen ini saling berinteraksi dan mendukung. Termasuk pula di dalam sektor pertambangan.

Pertambangan, Lingkungan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Sebagai industri yangmua berpaling ke arah lingkungan dan sosial, ada beberapa ciri-ciri praktek pertambangan yang baik yang secara umum digambarkan sebagai berikut:
1. Mematuhi kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Mempunyai perencanaan yang menyeluruh tentang teknik pertambangan dan mematuhi standar yang telah ditetapkan;
3. Menerapkan teknologi pertambangan yang tepat dan sesuai;
4. Menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan di lapangan;
5. Menerapkan prinsip konservasi, peningkatan nilai tambah, serta keterpaduan dengan sektor hulu dan hilir;
6. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawan;
7. Melindungi dan memelihara fungsi lingkungan hidup;
8. Mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat;
9. Menghasilkan tingkat keuntungan yang memadai bagi investor dan karyawannya;
10. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang.

Teknik Penambangan
Teknik penambangan menjadi salah satu penentu karakteristik tambang terhadap lingkungan. Teknik penambangan yang baik (good mining practice) mesti sudah ahrus dilakukan sejak eksplorasi, konstruksi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan sampai dengan tahap pascaoperasi (mining closure) sehingga penting dalam pengoperasian kegiatan pertambangan. Teknik penambangan juga memperhatikan teknik efektif dan efisien (cost effective) baik dari aspek teknis, lingkungan maupun ekonomi.

Perlindungan Lingkungan Pertambangan dan Pasca Tambang
Pertambangan tidak dipungkiri memang berpotensi menyebabkan gangguan terhadap lingkungan, termasuk fungsi lahan dan hutan. Tekanan yang besar terhadap lingkungan ini diakibatkan oleh perilaku beberapa kegiatan pertambangan yang memang harus dikoreksi serta ketidaktahuan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi pertambangan yang benar. Keawaman ini memunculkan persepsi keliru terhadap pertambangan keseluruhan. Salah satu tujuan kegiatan pertambangan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat karenanya segala kegiatan yang menyebabkan keresahan masyarakat termasuk kerusakan lingkungan ditanggulangi.

Selain itu untuk mendukung pembangunan berkelanjutan pasca tambang, perlu ada kebijakan penutupan tambang (mining closure regulation) sejak awal sehingga mampu mendorong setiap aktivitas pertambangan mempunyai konsep penataan lahan bekas tambang agar aman dan tetap mempunyai fungsi lindung lingkungan. Selain itu, konsep pemanfaatan lahan eks tambang harus disesuaikan dentgan rencana tata ruang dan rencana pengembangan daerah dengan melibatkan kesepakatan tiga aktor pembangunan, yaitu industri pertambangan, pemerintah, dan masyarakat. Pelaksanaan penutupan tambang wajib memenuhi prinsip-prinsip lingkungan hidup, K3, serta konservasi bahan galian.

Manfaat dari adanya dokumen rencana penutupan tambang adalah publik bisa mengetahui bahwa lahan bekas tambang masih dapat memberikan manfaat, sehingga bisa memberikan pelurusan pertambangan hanya memberi manfaat selama masa kegiatan, namun menjadi bencana bila kegiatan pertambangan berakhir. Hingga saat ini sudah ada beberapa perusahaan tambang yang melakukan proses penutupan tambang yang cepat dan relatif sederhana namun efektif dalam pelaksanaannya, hingga yang rumit dan sangat mendetail serta melibatkan banyak stakeholders namun mampu memberikan bukti yang jelas.


No comments: